Senin, 2 Januari 2027, Perairan Masalemb kembali
menelan korban. Kali ini sebuah kapal pesiar bernama Mary yang khusus
ditumpangi oleh keluarga para korban kecelakaan pesawat Adam Air yang tenggelam
di Perairan Masalembo untuk memperingati dua puluh tahun tragedi Adam Air.
Namun, tiba-tiba saja kapal itu dikabarkan tenggelam dan hingga saat ini
bangkai kapalnya belum bisa ditemukan. Dalam kasus ini, Prof. Adikusumo, dosen
Universitas Indonesia angkat bicara, "Ini bukan kasus
pertama, tapi ini juga tidak ada kaitannya dengan hal mistis. Masalembo hanya
misteri alam yang belum terpecahkan. Sama seperti Segitiga Bermuda."
Namun, masyarakat Indonesia tampak tetap panik dan memilih enggan berpergian ke
Sulawesi melewati perairan Masalembo. (Berita Indonesia edisi 2 Januari 2027)
"Bacalah!" perintah
seorang remaja pria usai membacanya
kepada temannya yang asyik menonton televisi dan melemparkan koran tersebut tepat di hadapannya. Penasaran,
ia pun tak ragu-ragu membacanya.
Toh, sedang iklan, pikirnya. Sejenak lengang suara, hingga sebuah suara yang
sedikit menggelegar memecah kelengangan.
"Berita macam apa ini?
Basi!" komentarnya.
"Aku sungguh
penasaran."
"Kenapa?" tanyanya
sambil mengerutkan dahinya.
"Tentang dunia lain di
bawah tempat itu. Aku yakin ada sesuatu yang lain. Yang tersembunyi. Yang
mungkin aku, kau, orang tua
kita, pacar kita, siapapun jua akan sampai di sana pada suatu saat
nanti. Kita hanya menunggu giliran."
Seketika temannya seperti
menelan ludah. Namun, secepat itu pula ia mengabaikannya. Ruangan kembali senyap seketika
meski suara televisi begitu kencang terdengar. Mereka hanyut dalam pikiran
mereka masing-masing.
***
Kemarin, 1 Januari 2027
Kapal Mary masih mengapung tenang di atas
air saat ketua penyelenggara acara peringatan dua puluh tahun tragedi Adam Air
yang juga merupakan Cagub Ibukota memberi sambutan atau lebih tepatnya basa-basi bagi
Arke. Itu semua hanya pencitraan di matanya yang menganggap acara ini sebagai
salah satu cara mengambil simpati rakyat agar ia menang dalam pilkada. Semua
hanya topeng yang menutupi tengkorak yang sesungguhnya. Begitulah asumsinya. Ia sudah terlanjur menaruh
perasaan negatif kepada orang-orang besar negeri ini.
Acara sambutan selesai, kini tiba saatnya
acara penaburan bunga. Kapal bekas yang baru direnovasi itu kini berada tepat
di lokasi yang diyakini merupakan titik tenggelamnya pesawat Adam Air. Di
saat-saat inilah, sembari menabur bunga, Arke teringat dengan perlakuan
kasarnya kepada orang tuanya, khususnya ibunya. Dahulu Arke sering
membantahnya, melawannya, bahkan tak ada kata "tunduk kepada ibu"
dalam kamusnya. Kepada bapaknya, dia takutnya setengah mati, namun di hatinya
terpelihara sebuah kebencian.
Dua puluh tahun yang lalu, saat terakhir
Arke bertemu kedua orang tuanya, dia secara mentah-mentah menolak ajakan kedua mereka untuk berlibur ke Makassar–tempat kakek-nenek dari ayahnya. Jelas
saja dia tak ingin ke sana lagi–kampung yang terletak di tengah-tengah kebun karet itu. Lebih baik di sini,
katanya. Semua ada, tidak perlu repot-repot, tidak seperti di sana. Terpencil
dan serba sulit. Tapi, sampai saat
ini, ia masih tak menyangka bila itu adalah saat terakhir ia menatap raut muka
orang tuanya yang sejak bayi selalu ada untuknya. Andai, waktu yang ajaib itu
memberikannya sebuah kesempatan kembali ke masa itu, ia rela ikut bersama orang
tuanya dan kehilangan nyawa. Tetes air mata perlahan jatuh. Setetes demi
setetes. Ia tak peduli, toh kata siapa seorang laki-laki tak boleh menangis?
Semua seakan gelap, hanya ia sendiri di atas kapal itu.
Tiba-tiba, Arke merasa sebuah getaran dari
dalam air. Seakan ada gelembung raksasa yang tengah ingin menyembul ke
permukaan air. Dia tahu getaran itu makin terasa, makin naik, dan tak sabar ingin menelan kapal itu. Benar saja, kapal
mendadak bergetar, bergoyang tak karuan. Namun, suara gemuruh yang begitu besar
masih kalah tersaingi dengan teriakan para penumpang yang panik dan
berhamburan. Hanya dia yang masih berdiri tenang dan dia mulai merasakan
sesuatu yang kuat mulai menarik kapal besar ini ke dalam air.
Selang beberapa lama kemudian, dia sudah
merasakan air menariknya, bersama bangkai kapal yang lebih dulu tertarik
mendahuluinya. Dia berusaha melawan. Dia juga masih bisa melihat orang-orang di
segala arah yang juga turut tertarik ke bawah. Namun, tiba-tiba gelap. Ia membiarkan gelap menaklukannya.
***