Monday, February 20, 2012

Nak, Dahulu Ada Negeri Bernama Indonesia

foto: google.com

Alkisah, pada tahun 2100 ada seorang ayah yang ingin menceritakan dongeng sebelum tidur kepada anaknya yang berusia tujuh tahun.

"Nak, dahulu ada negeri bernama Indonesia," ujar si ayah.

"Indonesia? Nama yang bagus, ayah," ujar si anak dengan polosnya.

"Tidak hanya namanya yang bagus, tapi negeri ini juga kaya raya."

"Wah pasti rakyatnya makmur ya, ayah?"

"Tidak, nak. Justru kebalikannya. Hingga akhirnya negeri itu raib oleh lima unsur."

"Lima unsur? Apa saja ayah?" tanyanya sambil memandangi jari tangannya yang berjumlah lima."

"Tanah, udara, api, air, dan rakyatnya sendiri."

"Kok bisa? Bagaimana ceritanya?" tanya anaknya makin penasaran.

"Dimulai dari tanah ya, Nak? Jadi, negeri kaya raya itu penuh dengan gedung-gedung pencakar langit yang jumlahnya lebih banyak daripada jumlah pohon. Alhasil, tanah Indonesia tak kuat menahan beban jutaan ton gedung yang akhirnya membuat sebagian tanah Indonesia amblas beserta gedung-gedung itu."

"Ooh, berikutnya ayah!" si anak makin bersemangat mendengarkan.

"Sekarang udara. Selain gedung-gedung yang banyak, pabrik-pabrik dengan cerobong asap mematikan juga berdiri. Asapnya berlomba meludahi langit dan membuat nafas sesak akibat senyawa jahat yang mengotori udara. Nyaris tak ada udara bersih di Indonesia. Rakyat kecilnya pun akhirnya banyak yang mati karenanya."

Si anak mengangguk. Si ayah pun melanjutkan.

"Api. Rakyat Indonesia senang bermain api. Apalagi jika api itu bersumbu dari hati mereka sendiri. Mereka saling baku-hantam guna mempertahankan yang namanya harga diri ataupun status."

Suasana makin hening, tapi si anak masih terlihat antusias mendengarkan.

"Dan yang terakhir air. Indonesia yang diapit dua samudera luas malah dimanfaatkan rakyatnya untuk menjadi tempat membuang sampah. Wajar saja bila lama-kelamaan air murka dan mengamuk, menghancurkan kota, bahkan akhirnya menenggelamkan Indonesia."

"Oh, tapi kan baru empat ayah, tadi katanya ada lima."

"Oh iya ayah lupa. Sebenarnya keempat unsur di atas sudah cukup menjelaskan unsur kelima ini. Tapi, ada satu hal yang membuat Tuhan marah yang akhirnya dengan Kuasa-Nya meraibkan Indonesia dengan empat unsur tadi."

Anaknya menatap tajam.

"Korupsi. Rakyat Indonesia paling hobi korupsi, khususnya yang sudah menjadi raksasa," tambah si ayah.

"Raksasa? Seram dong, ayah."

"Iya, seram. Tapi, mukanya lebih seram daripada topengnya. Dan raksasa yang ini, nongkrongnya di meja kantor," jelas si ayah.

"Oh tapi ayah bukan raksasa itu, kan? ayah kan juga di kantor."

"Bukan kok. Ayah raksasa yang baik. Sudahlah, nak. Sekarang kamu tidur."

"Siap Ayah!"

"Selamat tidur!" ujar si ayah sambil mengecup kening anaknya.

M. Fathir Al Anfal (2012)

2 comments: