Tuesday, January 17, 2012

Aku dan Kisah Horror di UI

Sebelumnya, aku tak pernah mempercayai hantu ataupun sejenisnya. Mungkin sekedar tahu dan tak sungguh-sungguh percaya kalau mereka memang ada. Buatku, yang hidup di zaman serba canggih ini, hantu adalah tokoh fiksi yang semu bagai sebuah omong kosong yang tak berdalih.


foto: google.com

Banyak sekali kisah horror yang pernah mampir di telingaku, khususnya di kampusku tercinta ini, Universitas Indonesia, yang dikisahkan teman-temanku. Dimulai dari hantu kuntilanak merah, hantu di Fakultas Teknik yang selalu muncul setiap tahunnya di acara wisuda, arwah perempuan yang gantung diri di kantor Rektorat, sampai Arwah gadis penghuni Gerbatama.

Sebagai seorang teman dan pendengar yang baik, aku memang mendengarkan kisah-kisah itu dan mencernanya dengan baik namun itu hanya bagai angin lalu untukku, yang masuk lewat telinga kanan dan keluar lewat telinga kiri ataupun sebaliknya.

Hingga suatu malam, tiga kejadian aneh dalam satu malam benar-benar mengubah pemikiranku tentang hantu dan sejak itu, aku "meneliti" banyak hal tentang mereka; mengapa mereka ada dan untuk apa? apa mereka memang suka menggangu manusia atau justru manusia yang membuatnya merasa terganggu. Bahkan, aku pernah mencoba mendaftarkan diri untuk mengikuti uji nyali di salah satu acara televisi yang cukup ternama hanya untuk sekedar mengetahui tentang mereka.

                     ***

Malam itu, aku lupa tanggal berapa, tapi aku ingat harinya. Ya. Hari Kamis malam Jum'at. Entah Jum'at Kliwon ataupun bukan, tapi yang pasti malam Jum'at kala itu benar-benar mencekam aku dan temanku, Nusa.

Saat itu, di kampus, tengah ada konser musik yang diadakan FIB (Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya) dan dimeriahkan oleh beberapa band kampus dan guest star-nya adalah salah satu band yang sangat tenar dan telah malang-melintang di penjuru Indonesia, sebut saja Jigsaw Band.

Konser selesai pukul 10 Malam. Temanku, Nusa, yang berasal dari kampung dan sedikit kampungan, dengan narsis-nya minta difotoin oleh aku dengan Handphone-ku. Dalam pikiranku: "Aduh, ini temanku sudah narisi, tidak modal pula."

Tapi, entah mengapa, seakan tertular oleh virus narsis yang begitu kuat, aku juga tak mau hanya memenuhi album fotoku dengan foto orang lain tanpa ada foto akunya. Alhasil, akupun ikut ber-narsis-narsis-ria.

Usai berfoto, kami bergegas pulang dan entah ini sebuah kebetulan atau ada "sesuatu" yang membuat kami berfikiran hal yang sama yaitu pulang ke asrama berjalan kaki. Bukan karena kami tak punya uang untuk naik angkot, tapi aku ingin sekedar menguji nyali dan untuk si Nusa, dia memang hobi berjalan kaki. Katanya, dulu waktu sekolah, dia harus berjalan kaki menaiki tangga bukit dan menyeberangi sungai untuk sampai sekolah di kampungnya yang dari rumah kira-kira berjarak 7 Kilometer. Hah, benar-benar orang pedalaman, namun dia cukup jenius, setidaknya satu level di bawahku. Jika dia Expert, aku Master-nya (level dalam beberapa game).

Akhirnya, dengan tekad yang mantap, kami mulai berjalan kaki. Menyusuri gelap jalan yang lengang dan kegelapan hutan yang seakan mengiringi setiap langkah kami. Malam itu sudah pukul 11. Mungkin lewat.

                     ***

Tak terasa, obrolan demi obralan, dari masalah perempuan idaman hingga masalah kuliah, membuat kami tak menyadari kalau UI Wood sudah di depan mata.

Konon katanya, sejak zaman dahulu, sudah banyak ditemukan mayat yang sengaja dibuang di sana. Kesimpulannya, UI Wood adalah tempat pembuangan mayat. Dan yang paling populer, katanya, adalah seorang perempuan yang mati dibunuh oleh gerombolan pria bejat yang sebelumnya diperkosa terlebih dahulu. Arwah perempuan inilah yang katanya juga kerap menampakkan diri di area UI Wood.

Bulu kudukku mendadak berdiri. Aku yang tak pernah takut sebelumnya khususnya untuk hantu, jadi merasakan perbedaan drastis. Namun, aku mencoba memberanikan diri terus berjalan. Nusa hanya diam, tampak sekali dia sedikit takut namun juga tetap tenang. Aku mencoba mengeluarkan Handphone-ku dan merekan sekitar UI Wood yang begitu gelap, tapi aku tak melihat ke layar Handphone yang sedang merekam tersebut. Aku akan melihat hasil rekaman itu setelah sampai di asrama.

Namun, tiba-tiba, dari arah sungai yang tadinya tenang, terdengar suara air yang bergemuruh seperti ada orang yang berseluncur dengan selancar.

"Mungkin orang mancing," ujarku.
"Mana?" tanya Nusa.
Aku pun menyadari kalau tidak ada orang di sana. Biasanya memang banyak pemberani yang sudah terbiasa "melihat" untuk sekedar numpang mancing di sana. Tapi kali ini tidak.

"Mungkin hewan," lanjutku mencoba tenang dan menenangkan Nusa yang nampaknya mulai resah dan cepat-cepat ingin sampai ke asrama.

Lalu, kami terus berjalan. Hawa pun kembali berbeda. Namun, entah mengapa selepas dari UI Wood aku selalu ingin menoleh ke belakang, tapi setiap aku menoleh hanya jalan yang sepi, yang baru kulalui, yang kulihat.

Selang 10 menit kemudian, akhirnya Asrama UI sudah di depan pandangan. Kami sedikit bernafas lega dan merasa bahaya sudah berlalu. Namun, ternyata kami salah. Di jalan yan penuh tiang lampu jalanan itu, kami dikejutkan oleh satu lampu jalanan yang tiba-tiba mati tepat saat kami lalui. Spontan, Nusa berlari karena kagetnya. Aku tetap tenang walau seakan kaki berat untuk dilangkahkan dan seakan ada kekuatan tak kasat mata yang begitu besar yang hendak mencekikku.

Saat itu pula, aku ingat Tuhanku, yang jarang aku kunjungi dalam ibadah yang seharusnya dijalankan.
"Allahu Akbar!" ucapku lantang. Sekejap hawa aneh yang sempat menyelimuti sekujur tubuh ini lenyap dan keadaan kembali normal. Aku menghela nafas dan lalu berlari menyusul Nusa yang sudah jauh berdiri di depan. "Semoga itu yang terakhir," ucapku.

Pijakan kaki kami akhirnya menyentuh halaman depan asrama dan mulai masuk ke dalamnya. Hati kami sudah cukup tenang walau Asrama UI juga terkenal cukup angker khususnya di toilet wanita, lagi-lagi itu katanya bukan kataku. Entah itu benar atau hanya mitos. Aku tak tahu pasti.

Kami harus melewati lorong, yang samping kanan-kirinya hanya pepohonan, yang sudah cukup sepi dan sebuah lampu menyala terang-redup seperti sudah sekarat. Tapi, kami sudah tenang karena gedung yang kami tuju tinggal kurang lebih 20 langkah. Namun, sesuatu kembali mengagetkan kami.

Terdengar suara yang cukup berat seperti suara orang mendengkur yang ditambah dengan suara amarah yang dipendam, yang berasal dari pohon bambu. Aku dan Nusa langsung balap lari tanpa teriak menuju kamar yang nampaknya sedikit mengganggu tidur para penghuni asrama lainnya. Mungkin itu suara genderuwo, pikirku saat itu. Dan setelah kejadian itu, sepertinya memang itu suara genderuwo setelah aku menonton uji nyali di sebuah acara televisi, yang saat uji nyali itu, terdengar suara yang sama, yang kata ahli-nya, itu adalah suara genderuwo. Jadi, intinya ada genderuwo di asrama UI, namun dia tak mengganggu. Mungkin kehadiran kami, malam-malam itu sedikit mengganggu dia atau bahkan kami berpikir genderuwo itu berasal dari UI Wood atau lampu jalanan yang mati itu, yang mengikuti kami.

                                      ***

Tapi, cerita tak sampai di situ. Karena merasa diikuti, kami tak bisa tidur. Kami pun memutuskan untuk bermain kartu sampai azan Shubuh berkumandang. Dan di saat itu pula, aku teringat kepada rekamanku di UI Wood. Aku ingin melihat hasil rekamannya. Bersama-sama kami melihat rekaman yang berdurasi tiga puluh empat detik tersebut.

Kami berdua dikejutkan dengan sosok perempuan berbaju merah yang terlihat di dalam rekaman sedang duduk di sebuah pohon. Awalnya, tampak samar, namun saat di zoom, itu semua jelas. Itu adalah kuntilanak merah yang melegenda! Karena ketakutan, aku pun langsung menghapus rekaman itu. Sungguh perbuatan bodoh yang aku sesali. Harusnya video itu diunduh di Youtube dan pastinya akan menghebohkan seluruh Indonesia, yang notabene, masyarakatnya sangat menyukai Horror terutama bila ada penampakan. Sial!

Muhammad Fathir Al Anfal (Januari 2012)

No comments:

Post a Comment