Monday, December 26, 2011

Perempuan Pecinta Burung

Foto: google.com

Seorang pria dengan mengenderai mobil BMW-nya, ditemani pasangannya, seorang perempuan cantik yang usianya 23 tahun atau 15 tahun lebih muda dari usia pria itu sendiri. Malam makin gelap, lampu mobil menjadi penerang di sisa perjalanan mereka.

"Sebentar lagi sampai, mas," ujar si perempuan dengan suaranya yang lembut.
"Oh ya?", jawab si pria sambil sesekali melirik ke arah paha si perempuan yang begitu mulus karna si perempuan sendiri mengenakan rok mini yang nyaris kelihatan celana dalamnya. Benar-benar sangat menggoda dan menggairahkan. Ia ingin cepat-cepat sampai di rumah perempuan itu.

Tiga menit berselang, mobil BMW hitam yang mengkilat di tengah malam yang mendera itu berhenti di sebuah rumah yang cukup besar dengan pagar yang tingginya mungkin tiga kali tinggi manusia normal.


Sunday, December 25, 2011

Dua Anak Kecil dan Mesuji

                                                    Foto: google.com

Dua puluh tahun yang lalu, dua anak kecil berebut boneka. Tak ada yang saling mengalah.
Namun, karena saling tarik menarik, kepala boneka dan badannya terpisah dan mereka berhenti mempersengketakannya lalu bersama-sama mengubur boneka tanpa kepala itu di tanah Mesuji.

Kini, tak ada pilihan lain bagi mereka, selain memenggal kepala lawannya, karena tanah dan boneka sangatlah berbeda dan sengketa ini harus diselesaikan.

Belukar malam di Mesuji makin rimbun. Darah akan tercecer dalam kelamnya. Dan satu di antara mereka akan masuk TV besok pagi. Tergeletak tanpa nyawa atau mungkin ditemukan terkubur tanpa kepala bersama boneka tanpa kepala yang mereka kubur

dua puluh tahun yang lalu.

M. Fathir Al Anfal (2011)

Thursday, December 22, 2011

Aku Kepada Kau*


Biarlah lumpur tubuhku menyatu
dengan hatimu,
meluberkan noda cokelat pekat.

Biarlah api asmaraku menjadi bara
yang membakar habis namamu
di secarik kertas.

Biarlah air spermaku menyatu
dengan sel telurmu,
menjadikannya segumpal daging.

Biarlah nafasku menjadi
angin topan yang menerbangkanmu
hingga ke Antartika.

Biarlah aku menjadi Malaikat Izrail
yang membawamu ke pintu neraka.

M. Fathir Al Anfal (2011)

*Terinspirasi dari puisi Radha Kepada Krishna yang tak diketahui pengarang aslinya (Anonim) dan merupakan saduran Sapardi Djoko Damono.


Wednesday, December 21, 2011

Persetan Dengan Hari Ibu!: Apakah Cintamu Hanya Untuk Hari Ini Saja?



Pagi menyeruak di penghujung Desember. Di tengah semarak natal dan aroma tahun baru yang kian kental. Hari ini, 22 Desember 2011. Kata orang, hari ini adalah hari ibu. Benarkah? Buatku, hari ini tetaplah hari kamis. Tak ada yang beda meski disekelilingku tampak banyak perbedaan. Orang-orang dengan senyum manisnya sedang mencoba memberi kejutan ataupun hadiah spesial untuk ibunya. Rumah-rumah -jika bisa menangis- seakan terbawa suasana isi dirinya yang diwarnai kehangatan keluarga. Di dunia maya pun banyak terukir kata-kata: "Selamat hari ibu", "Aku cinta ibu", dll.


Sajak Untuk Rosa

Jingga makin memancar di sela-sela langit biru yang mulai gelap. Orang-orang menyebut waktu di saat langit setengah gelap sesudah matahari terbenam dan diikuti dengan munculnya langit jingga itu dengan sebutan senja. Begitu pula dengan gadis pecinta senja yang kebetulan bernama "Senja" juga. Entah kenapa kedua orang tuanya menamai anak pertamanya itu Senja. Mungkin karena mereka berdua juga pecinta senja di masa mudanya atau ada kenangan lain di waktu senja yang menginspirasi mereka untuk memberikan nama itu kepadanya.

Dia memang mencintai senja. Bukan karena keromantisan yang hadir di baliknya tapi karena dia memang tak punya alasan untuk mencintai senja. Sama seperti di saat ia mencintai seorang pria. Baginya, mencintai itu tak perlu alasan atau pertanyaan "mengapa" tapi mencintai bicara soal ketulusan dan hal-hal yang memang sulit untuk diungkapkan. Dia juga berpendapat kalau mencintai memiliki alasan maka cinta itu tak akan langgeng sampai kematian menjemput. Seperti halnya, kita yang mencintai seseorang karna wajahnya yang cantik dan ganteng maka setelah wajahnya tidak lagi cantik atau ganteng karna suatu hal, cinta itu akan hilang bersamaan dengan hilangnya kecantikan atau kegantengan yang dimiliki orang yang selama ini kau cintai. Itulah prinsip yang selalu ditanamkan dalam diri Senja, seorang perempuan sederhana nan cantik yang saat ini tengah sendiri.

Bukan karena dia pemilih dan terlalu mengkotak-kotakki pria yang mengantri di belakangnya. Tapi, karena dia memang belum merasakan cinta kepada pria-pria tampan laksana pangeran yang mencoba merajut kasih sayang dalam hatinya.

                          ***


Monday, December 19, 2011

Hantu Dunia Maya

Seperti biasa, sore ini, sepulang kuliah, aku langsung menghadap layar komputerku yang terletak di dalam kamarku yang berdinding ungu dan berhiaskan pernak-pernik yang kukumpulkan dari berbagai belahan dunia.

Dari facebook, twitter, sampai blogger aku babat habis. Kalau sudah begitu, aku bisa menghabiskan waktu sampai 5 jam, bahkan kadang lebih. Aku semakin gila berinternet di dunia maya setelah sebulan yang lalu men-jomblo. Hanya dunia maya-lah yang bisa menemaniku dalam kesepian.

Begitu pula dengan Krisna, seorang pria yang kukenal dari facebook satu minggu yang lalu. Entah kenapa, walau hanya kenal dari facebook aku sudah seperti berada di dekatnya dan terasa nyaman. Orangnya asyik jika sedang chatting-an ataupun berbalas wall post. Dia mengaku juga tinggal di kota yang sama, Depok, bahkan juga berkuliah di tempat di mana aku berkuliah meski berbeda fakultas, Universitas Indonesia. Namun, anehnya dia tak ingin bertukaran nomer Handphone denganku meski aku sudah membujuk. Ia bilang, ia tak punya Handphone. Tapi, masa iya zaman sekarang masih ada orang yang tak megang benda multifungsi itu?

Tapi aku tak ingin terlalu mempermasalahkannya. Aku pun lalu mengajak ia ketemuan. Ia menyepakati.
Lalu sesuai kesepakatan, kami bertemu siang ini di Jembatan Teksas, jembatan penghubung Fakultas Teknik dan Fakultas Sastra (Sekarang Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya).

Siang makin terik. Namun, ia tak kunjung datang. Karena kesal, aku bertanya kepada orang yang kebetulan sedang lewat.

"Maaf Mbak, mau tanya sebentar, kenal Krisna tidak? Anak FIB jurusan Sastra Indonesia?", tanyaku.
"Krisna anak Sastra Indonesia?", tanyanya balik dengan muka heran.
"Iya, kami janji ketemuan hari ini. Memangnya kenapa Mbak? Kenal?"
"Iya, saya kenal, bahkan namanya jadi sangat terkenal dua minggu yang lalu. Tapi, tidak mungkin kalau dia mengajak ketemuan kamu. Pasti kamu salah orang!"
"Maksudnya? Salah bagaimana?"
"Ya jelas saja salah. Krisna sudah meninggal. Terjun dari jembatan ini di malam hari sekitar dua minggu yang lalu setelah diputus pacarnya dan mati tenggelam."

Aku langsung syok mendengar jawaban itu. Tapi, mana mungkin hantu bisa bermain di dunia maya? Mungkin saja itu orang iseng yang sengaja memakai akun Alm. Krisna untuk menakut-nakutiku atau membuat sensasi. Aku langsung kembali ke kampusku, Fakultas Ekonomi untuk bergegas pulang dengan mobilku yang kuparkir di sana.

                     ***


Saturday, December 17, 2011

De-ku dan Ka-ku

"D" (Dibaca: "De").
Menari sajalah dirimu di kerlingan mataku.
Selama asam dan basa belum menjadi garam
dan segala jenis larutan belum bereaksi.
Oh, De-ku, yang tersendiri di ujung lorong,
menarilah dengan lekukan indah tubuhmu
mengelilingiku, yang kini juga
tak sanggup melawan jenuh hati.
Kibaskanlah rambutmu dan berilah wangi tubuhmu
untukku yang sedang membara.

Sementara itu,

"K" (Dibaca: "Ka").
Jangan kau sia-siakan sosok rupawan
yang berdiri sambil mengulurkan tangannya
untuk dirimu yang menangisi sebingkai foto,
sebuah kalung hati, dan selembar memori.
Oh, Ka-ku, yang kini sudah tak sendiri,
nikmatilah segenggam cinta yang ia berikan
untuk merekatkan kembali serpihan hati
yang terburai dan berceceran di lantai
karena kebodohan dan kekhilafanku.

M. Fathir Al Anfal (2011)

Thursday, December 15, 2011

Wanita Di Balik Dinding

Dinding tebal setinggi Tembok Raksasa Cina,
memisahkan aku dengan wanita yang bersembunyi di baliknya.
Tak sanggup aku menembusnya meski malam pergantian tahun sudah bosan berpapasan denganku.
Dua belah tangan sudah cacat. Lalu kusisakan secercah darah bertuliskan namanya
oleh jari-jari yang lunglai sebagai sebuah prasasti agar kelak menjadi sebuah dongeng.

"Fitri........"

M. Fathir Al Anfal (2011)

Wednesday, December 14, 2011

Bu Puji

Malam itu, TV kesayanganku akhirnya kembali juga setelah kurang lebih 7 bulan mendekam di rumah mantan tetanggaku yang sangat baik kepadaku, Mas Aryo. Dua hari sebelumnya, beasiswaku cair. Tak penting masalah nominal. Tapi, uang yang sudah diberikan pemerintah itu kuambil untuk membayar kontrakanku yang sudah nunggak 3 bulan serta mengambil TV yang telah lama tergadai di tangan Mas Aryo. Aku begitu rindu dengan TV kesayanganku. Andai aku dulu tak mengontrak di kontrakan Bu Puji sialan itu, ini semua takkan terjadi.

Bulan Maret tahun 2011 adalah awal aku mengontrak di kontrakan Bu Puji. Aku mengontrak sendirian. Kenapa? Itu tak penting, yang jelas, sejak November tahun 2010, aku sudah tinggal sendirian. Ibu kandung di kampung halaman. Bapak dan ibu tiriku yang gila di sini, di kota ini juga. Aku tak mungkin tinggal bersama mereka, karena yang ada hanya masalah dan konflik, yang akhirnya berujung rasa malu. Malu kepada tetangga yang nyaris tiap hari disuguhi kegilaan-kegilaan yang dilakukan si ibu tiri gila itu.

Awalnya Bu Puji terlihat sangat baik. Dengan berstatuskan guru pengajian di RT setempat, ia dengan senyumnya yang palsu dan lidahnya yang bercabang dua membuatku terjebak di sana. Di kontrakan setan itu. Biaya sebulannya adalah 250 ribu. Itu belum sama biaya listrik.


Monday, December 12, 2011

Curi, Peluk, Tinggalkan.

Curi
i
n
t
a

Peluk
a
k
s
a

Tinggalakan
e
r
n
o
d
a

M. Fathir Al Anfal (2011)

Dompet Sialan

Seusai solat adalah waktu yang tepat untuk berdoa, khusunya bagi umat muslim yang rajin solat dan rajin berdoa. Tak terkecuali bagi Ahmad, remaja muslim yang rajin solat, yang kemarin hari, baru saja tertimpa musibah dengan kehilangan dompet yang isinya berupa uang 300 ribu dan KTP serta kartu kredit. Setelah solat subuh, dia hanya berdoa agar orang yang menemukan dompetnya segera mengembalikannya kepada dirinya karena dia dan Tuhan pun tahu, kalau dia sangat membutuhkan isi yang ada di dalam dompet itu.

                                      ***
Kemarin
Seorang pria yang nampaknya sedang krisis moneter berjalan dengan muka kusut di pinggir jalan yang ramai. Di sela lalu lalang kendaraan yang melintas dan terik matahari yang tak kunjung dingin, ia melihat sebuah dompet berwarna biru tua tergeletak tak bertuan di jalan. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri. Hatinya menjadi dilema. Entah mengapa, sama seperti di film-film, setan selalu menang saat membisikkan hal-hal buruk daripada malaikat yang mencegah hal-hal buruk. Akhirnya, ia pun mengambil dompet itu.

Ia dengan tergesa-gesa lalu mencari tempat sepi di ujung gang. Yakin sekeliling sudah aman, ia lalu melihat isi dompet itu. Dia mendapati uang 300 ribu dan KTP atas nama Ahmad Tarmiji. Kali ini, dia kembali diserang dilema. Harus mengembalikannya secara utuh, mengembalikannya dengan uang yang sudah di ambil terlebih dahulu, atau membuangnya saja setelah merampas uangnya. Dia yang bernama lengkap Yan Widi, karena merasa tak tega memilih opsi kedua. Dengan tenang ia beranjak pulang.

Di jalan, saat melewati gedung yang sedang direnovasi, tiba-tiba dari atas, sebuah cat berwarna biru menumpahi sebagian tubuhnya karena ia sempat menghindar, namun tetap saja baju dan rambutnya terkena noda cat. Tukang bangunan itu dari atas, kalau tidak salah lantai tiga, hanya berteriak maaf saja. Hal itu membuat dia geram, tapi ya sudahlah, dia tak ingin memperbesar masalah.


Sunday, December 11, 2011

SAWO episode 7 / Terakhir

Adam sudah muak dengan semua ini. Dia harus segera mengakhirinya. Menangkap orang misterius yang beridentitas Budi itu dan menguak latar belakangnya. Sementara itu, Veni sudah ditahan di selnya dan dijaga oleh Amru. Veni selalu berkata "tak tahu" saat ditanya tentang Budi.

Adam lalu menuju stasiun, sendirian, seperti yang Budi perintahkan. Namun, ia tak seratus persen sendiri. Ia terus di awasi oleh anak-anak buahnya yang menyamar dari jauh. Siang itu stasiun begitu ramai, seperti hari-hari biasanya, yang penuh orang lalu lalang, anak kecil kumel berdekil yang menjajakan koran, pengemis, dan orang-orang gila yang kerapkali melantunkan lagu dan puisi-puisi.

Dia mencari-cari, tapi tak ia temui Budi di sana. Namun, tiba-tiba HP-nya berdering. Ia sudah tahu kalau yang menelepon adalah Budi. Suasana yang ramai seakan mendadak hening saat ia mengangkat telepon itu.

"Kau tak sendiri kan?"
"Apa? Tidak! Aku sendirian!"
"Bohong! Sudahlah, sebentar lagi kereta jurusan Jakarta akan tiba, naiklah kereta itu dan turunlah di Stasiun Jakut. Jika sudah sampai, hubungi nomer ini."
Telepon lalu dimatikan seketika oleh Budi, begitupun percakapan mereka.

"Sial, darimana dia tahu? Siapa dia sebenarnya? Siapapun dia, dia benar-benar jenius.", ujarnya dalam hati.

Kereta datang. Ia lalu menaiki kereta itu. Anak buahnya yang melihat dari kejauhan bingung harus bagaimana. Mereka tak mungkin masuk ke kereta itu atau mengejarnya.
"Bagaimana ini?", ujar salah satu anak buah Adam.
"Entahlah. Kita tunggu saja.", jawab rekannya.

                                     ***

Thursday, December 8, 2011

Hujan Mampir Di Hatimu

Hujan mampir di hatimu
dan berlalu bersama awan cokelat
yang berjalan cepat
di langit biru yang melapisi
langit hitam di atasnya.

Membuatku berjibaku menangkapmu
yang terpeleset karena jalan yang licin seketika.

Namun,

Aku tak selalu ada di belakangmu
saat kau terjatuh
karena hujan yang membasahi jalan.

Lalu,

Matahari mengintip perlahan.
Menghapus basah dan air yang menggenang jalan.
Menguapkan air-air itu kembali ke atas.

Sungguh,

Hujan yang menumpang lewat di hatimu,
tak ada gunanya.

Karena matahari pun tak pernah mati.
Dan aku,
pasti akan mati.

M. Fathir Al Anfal (2011)

Wednesday, December 7, 2011

Imam Vs Makmum

"Allahu Akbar, Allahu Akbar.....", azan berkumandang di pagi buta yang masih lekat dengan gelap walau terang sudah mulai menghinggap langit meski kadang tak terlihat. Empat orang aneh bangun secara bersamaan seperti sudah janjian sebelumnya. Meski kantuk masih terasa dan badan belum 100% kembali, satu per satu dari mereka berdiri, mengambil sarungnya masing-masing dalam sebuah lemari kayu, lalu melangkah ke kamar mandi, tempat mereka mengambil air wudu.

Semalaman suntuk Agus, Rudi, dan Ozan menginap di kosan Cahyo, yang cukup sepi di kala malam walau malam itu malam minggu sekalipun. Mereka mengerjakan tugas kuliah bersama lalu bermain kartu remi hingga hawa dini memaksa mereka tidur. Baru 2,5 jam tidur, azan sudah membangunkan mereka dan seakan memaksa mereka bangun untuk menghadap Pencipta-Nya.

Selepas mengambil air wudhu, mereka lalu memulai solat berjamaah.
"Rud, imam?", ujar Cahyo.
"Jangan! Tuan rumah dulu lah", jawab Rudi.
Akhirnya, Cahyo menjadi imam di salat Subuh yang terdiri dari dua rakaat tersebut.

"Rapatkan shaf-nya", ujar Cahyo mengawali. Salat pun dimulai. Cahyo mengucapkan Takbiratul ihram yang diikiuti oleh ketiga makmumnya yang terlihat masih ngantuk dan tidak 100% semangat untuk salat.

Surah Al-Fathihah mulai dibacakan dengan suaranya yang lantang yang kemudian diikuti dengan surah lainnya yang begitu panjang, aku sendiri tak tahu surah apa yang ia bacakan. Namun, pembacaannya dengan dilagukan dan agak mendayu-dayu. Ketiga orang makmum tersebut, dalam hatinya, ternyata memiliki pendapat berbeda-beda, seperti sedang berdebat, namun di dalam hati, seperti di sinetron-sinetron.

"Apaan nih? Tambah ngantuk deh gue.", ujar Agus dalam hatinya.
"Imam yang kayak gini nih yang bagus, pembacaan surah-nya fasih dan sanat enak di dengar sambil dilagukan seperti itu.", isi hati Ozan.
"Memang sih, tapi ya tidak seperti itu juga. Salat subuh yang 2 rakaat yang seharusnya bisa kurang dari 5 menit saja bisa serasa satu jam bila seperti itu. Belum lagi, pembacaan surah lainnya. Untuk apa pula dia membaca surah pendek yang panjang-panjang? Mau pamer kah?", tanya Agus, masih dalam hati mereka masing-masing.
Rudi coba mengetengahkan, "Tajwid dan kefasihan itu memang penting namun tak harus dilagukan jika konteks kita sedang salat berjamaah bukan tadarus Al-Quran. Harusnya Imam berpikir, bisa saja, makmumnya punya urusan lain yang karena Imamnya lama memimpin solat, membuat dia jadi gondok. Satu hal yang ku tahu, dalam solat berjamaah, bila 51% makmumnya jengkel, salat itu seakan tak berarti."

Salat subuh pun berakhir dan mereka bersalam-salaman. Imam yang tak tahu menahu perbincangan dalam hati para makmun, tersenyum puas. Dia tak tahu. Mungkin takkan pernah tahu.

                                    ***


Monday, December 5, 2011

Tulisan Anak Kecil

Seorang anak kecil dengan pensil di tangan
dan selembar kertas di hadapannya.

Mulai menulis.
Rangkaian huruf-huruf yang masih awam baginya
dan coba ia pahami.

Ia tak peduli sekelilingnya.

Lalu ibu datang,
menyapu lembar kertas itu
setelah membaca dan menggulung-gulungkannya.
Membuangnya di tempat sampah
yang penuh gulungan kertas.


Sunday, December 4, 2011

Aku, Dian, HP dan PSP, dan Asrama UI

Latihan PK hari ini akhirnya selesai setelah kami berdoa dan berteriak "PK IKSI 2011 euh leuh!". Sekarang pukul 11 malam. Aku beserta temanku yang merupakan penghuni asrama UI (Universitas Indonesia) diantar oleh salah seorang senior kami ke asrama. Aku bukan penghuni asrama, hanya saja malam ini aku niatkan untuk kembali menginap di asrama UI, tepatnya di kamar temanku, Dian, yang terletak di gedung D2, lantai 3, nomer 17.

Ini bukan malam pertama aku menginap di sana. Sebelumnya, 3 hari yang lalu, aku juga menginap di sana selama 2 malam berturut-turut. Aku ingin merasakan adrenalin menginap di asrama UI yang katanya angker, tapi selama 2 malam itu, ternyata tak seperti yang dikatakan orang. Biasa saja.

Sesampainya di sana, aku dan Dian langsung bermain kartu meski kami sudah sama-sama lelah dan ngantuk karena latihan PK meski kami tidak satu jurusan tapi tetap satu fakultas, yaitu FIB (Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya). Aku jurusan Sastra Indonesia, sedangakan dia Filsafat.

Di tengah keseruan bermain kartu, karena pintu di buka lebar, aku melihat beberapa kali tetangga-tetangga Dian lewat di depan pintu dan salah satunya adalah Lukman, yang kata Dian berasal dari Surabaya dan merupakan mahasiswa FE (Fakultas Ekonomi).

Satu jam berlalu. Kantuk mulai meradang. Aku sudah tak kuat. Lalu aku putuskan untuk menyudahi permainan kartu yang sedang aku menangkan itu. Namun, Dian belum ingin tidur katanya. Dia malah meminjam PSP-ku lalu asyik bermain di atas tempat tidurnya. Sementara itu, sebelum tidur, aku menge-cas baterai HP-ku yang sudah lowbat dan kuletakkan di atas meja. Lalu aku pun tidur dengan bantal di lantai.

                          ***

Orang Gila Berpuisi Di Stasiun

Stasiun tak pernah sepi meski bara neraka telah padam.
Aku duduk menunggu rangkaian gerbong kereta
yang akan mengantarku pulang.

Orang gila berbaju merah, kumuh, dan bertopi duduk
sambil berceloteh di ujung stasiun.
Suaranya lantang seperti sedang membaca puisi kemerdekaan.
Mungkin memang benar jika ia sedang berpuisi.

Semua perhatian terpusat padanya.
Cukup menghibur aku yang lelah menunggu.


Thursday, December 1, 2011

SAWO episode 6

Adam mendekati Veni yang masih dengan tenangnya berdiri dengan kedua tangan di atas. "Duduk!", bentak Adam dengan tetap mengarahkan pistol ke arah Veni. Dia kembali bertanya, "Apa yang sebenarnya terjadi?". Veni tersenyum lalu berkata, "Penting untuk kau tahu?". Adam jadi bingung. "Ya, katakanlah sejujurnya Ven. Mengapa kau membunuh lima orang itu?", ujar Adam.

Veni menatap tajam mata Adam dan menerawang, dia mulai bercerita tentang apa yang terjadi pada dirinya kurang lebih satu tahun yang lalu.

#flashback
28 Oktober 2010, malam hari.

Saat itu, Veni pulang bekerja. Jalan sudah sepi meski baru memasuki pukul 9 malam. Kebun sawo yang cukup luas dan gelap harus ia lalui terlebih dahulu sebelum benar-benar sampai di rumah. Namun tiba-tiba, seorang laki-laki membius dia dari belakang. Dia tak sempat berteriak karena gerakan pria itu yang begitu cepat dan bius yang begitu kuat. Ia pun tak sadarkan diri.

Ia mulai terbangun, namun yang ada justru wajah-wajah yang tak dikenalinya kecuali... Reni. Kedua kaki dan tangannya terikat di atas kasur yang membuat dia jadi mengangkang namun masih menggunakan roknya.
"Kau?", ujar Veni.
"Ya. Ini aku, sahabat lamamu".
"Mengapa?"
"Sudah kubilang, jauhi Adam tapi kau..."
"Aku sudah menjauhinya tapi dia terus mengejarku!"
"Ah tak peduli, kau bisa jadi penghalangku. Kawan-kawan, silakan nikmati!"