Thursday, December 1, 2011

SAWO episode 6

Adam mendekati Veni yang masih dengan tenangnya berdiri dengan kedua tangan di atas. "Duduk!", bentak Adam dengan tetap mengarahkan pistol ke arah Veni. Dia kembali bertanya, "Apa yang sebenarnya terjadi?". Veni tersenyum lalu berkata, "Penting untuk kau tahu?". Adam jadi bingung. "Ya, katakanlah sejujurnya Ven. Mengapa kau membunuh lima orang itu?", ujar Adam.

Veni menatap tajam mata Adam dan menerawang, dia mulai bercerita tentang apa yang terjadi pada dirinya kurang lebih satu tahun yang lalu.

#flashback
28 Oktober 2010, malam hari.

Saat itu, Veni pulang bekerja. Jalan sudah sepi meski baru memasuki pukul 9 malam. Kebun sawo yang cukup luas dan gelap harus ia lalui terlebih dahulu sebelum benar-benar sampai di rumah. Namun tiba-tiba, seorang laki-laki membius dia dari belakang. Dia tak sempat berteriak karena gerakan pria itu yang begitu cepat dan bius yang begitu kuat. Ia pun tak sadarkan diri.

Ia mulai terbangun, namun yang ada justru wajah-wajah yang tak dikenalinya kecuali... Reni. Kedua kaki dan tangannya terikat di atas kasur yang membuat dia jadi mengangkang namun masih menggunakan roknya.
"Kau?", ujar Veni.
"Ya. Ini aku, sahabat lamamu".
"Mengapa?"
"Sudah kubilang, jauhi Adam tapi kau..."
"Aku sudah menjauhinya tapi dia terus mengejarku!"
"Ah tak peduli, kau bisa jadi penghalangku. Kawan-kawan, silakan nikmati!"


Veni sadar dia tak bisa berbuat apa-apa. Dia berteriak minta tolong tapi yang ada sepertinya percuma. Bra-nya dicopot, roknya diplorotin, begitu pula dengan celana dalamnya. Kini secara bergantian, empat orang pria yang dikenali sebagai Purnomo, Koplak, Bejo, dan Joni dengan ganasnya memperkosa Veni hingga Veni tak sadarkan diri.

Setelah puas, mereka pun membuang tubuh Veni ke Rawa Kalong malam itu juga. Mereka sangat yakin kalau situasi saat itu sangat aman dan Veni akan melihat jasad Veni mengambang di rawa itu.

                        
                                         ***


"Mereka melakukan itu karena Reni mencintaimu dan kau mencintaiku. Itu sebabnya kenapa aku selalu menghindar darimu. Karena aku tak ingin bermasalah dengan Reni, bukan karena aku memang mentah-mentah menolakmu dan itulah yang terjadi!"
Adam menghela nafas sejenak.
"Lalu? Apa yang terjadi berikutnya?", tanya Adam.
"Seseorang menolongku saat mereka pergi. Dia pula yang mencopot kalung yang kau beri di pinggir rawa itu", jawab Veni.
"Siapa?"
"Tak penting kau tahu, karena dia tak ada sangkut pautnya dengan ini. Semua pembunuhan ini mutlak dilakukan dengan aku. Dia hanya mengajarkanku tentang bagaimana cara membalas dendam dan membunuh yang tepat".
"Katakanlah Ven, ini semua sudah berakhir, kan?"

Veni tertawa, membuat Adam merasa bodoh dengan tawanya itu.
"Sepertinya kau sudah bertemu dengannya".

Tiba-tiba Adam tercengang mendengar jawaban itu. Dia yakin sesuatu sedang terjadi di tempat lain. Mungkin rekan dan anak buahnya sedang dalam bahaya.

"Sekarang kau ikut aku!", gertak Adam yang kemudian memborgol Veni tanpa ada perlawanan.

                          ***

Sesampainya di sana, firasatnya terjawab sudah dan ternyata benar. Dia melihat para anggotanya tergeletak begitu pula dengan Amru. Dia lalu membangunkan Amru.

"Bangun Amru! bangun! bangun!", ujarnya sambil menepoki pipi Amru. Perlahan-lahan Amru membuka matanya. Seketika Adam kembali bertanya, "Apa yang sudah terjadi?"

"Ternyata dia pelakunya, si Budi! Dia memakai bius berasap yang membuat kami tidur seketika"
"Pantas saja, para tetangga korban tak pernah terganggu. Dia menggunakan itu!", ujar Adam.
"Lalu kemana dia?", tanya Adam lagi.
"Entahlah".

Adam lalu menghampiri Veni, yang masih terbogol di mobil pribadinya dan bertanya, "Kemana perginya dia?"
Veni menggelengkan kepala.
"Kemana? jawab!", dengan nada yang naik karena emosi.
"Aku tak tahu dan takkan pernah tahu karena dia sendiri tak bilang. Ini semua rencana dia. Aku hanya mengeksekusi", tegas Veni yang mengerutkan wajahnya.
"Memangnya siapa dia sebeneranya?"
"Aku tak tahu. Selama ini dia tak pernah mau menceritakan siapa dirinya dan latar belakangnya kepadaku. Dia bilang hanya ingin membantuku karena dia pun pernah mengalami hal yang sama denganku. Itu saja yang ku tahu", tegas Veni.

Adam lalu jadi bingung, tiba-tiba Handphonenya berbunyi dan saat ia buka, ia bingung karean orang yang menelopon tersebut, nomernya tak tersimpan di kotak. Karena penasaran dan sedikit berfirasat, ia angkat panggilan itu.
"Hallo"
"Hallo, Adam. Kau mau tahu siapa aku?"
"Kau Budi?"
"Ya, aku tahu, kau ingin mengetahui siapa aku. Aku sekarang ada di Stasiun Kota. Kau bisa ke sini sekarang, tapi hanya sendiri, paham?"
Budi langsung mematikan telepon tanpa sempat Adam membalas tanyanya.

Dia curiga kenapa Budi bisa tahu. Ia pun kembali ke Veni dan memeriksanya. Dia yakin di bagian tubuh Veni telah di pasang penyadap. Veni hanya diam saat tangan Adam merogoh tubuhnya dan ternyata benar. Sebuah penyadap sudah terpasang di bagian dalam baju Veni di bagian dadanya. Penyadap itu lalu ditariknya dengan rasa kesal dan diinkjak-injaknya sampai benar-bnar hancur.

(Bersambung)



No comments:

Post a Comment