Tuesday, November 1, 2011

SAWO episode 2

Di dalam sebuah ruangan yang cukup gelap seakan sinar matahari sulit masuk, entah dimana, seseorang yang menggunakan jubah hitam sedang membersihkan tangannya dari darah yang sudah agak mengering. Tangannya begitu halus dan putih dan nampak semakin cerah setelah noda darah itu benar-benar lenyap dari tangannya. Dia matikan keran, berjalan, lalu duduk di sebuah kursi yang di depannya terdapat sebuah meja. Ia membuka laci meja yang paling atas yang di dalamnya terdapat sebuah buku kecil, semacam buku catatan. Tangan kirinya lantas mengambil buku itu dan tangan kanannya secara bersamaan mengambil spidol merah yang berdiri di atas meja. Buku itu nyaris kosong, hanya ada tulisan di tengah buku. Tulisannya berupa daftar nama-nama yang sebagian sudah tak asing lagi. Nama-nama itu adalah sebagai berikut:

Ahmad Tarmizi / Joni
Suryadi / Bejo
M. Anwar / Koplak
Reni Elliani
Purnomo


Nama yang pertama sudah tercoret garis merah. Kini, ia mencoret nama yang kedua secara perlahan dengan spidol merah itu lalu menutup buku tersebut dan meletakkannya kembali di laci yang sama.

                                        ***


Senja telah berlalu. Awan merah perlahan berganti jadi gelap bersamaan dengan munculnya bulan yang nampak malu-malu di balik awan.

Desa sawo yang dahulu ramai menjadi arena perjudiaan warga, baik yang tua sampai yang muda, kini seakan dibungkam oleh teror yang menyelimuti hingga setiap sudut desa yang kelam itu. Dahulu, hampir sepanjang hari mereka berjudi sambil minum-minum di balai desa yang di sampingnya berdiri sebuah mushola yang tak terlalu rapi dan tak terlalu bersih. Beruntung, masih ada sebagian kecil warga yang masih memanfaatkan mushola tersebut untuk menghadap pencipta-Nya.

Tapi tetap saja ironis, bila azan berkumandang, jumlah orang yang mengisi mushola masih kalah jauh dengan orang-orang yang asyik mengumpulkan dosa di balai yang tepat berada di samping mushola itu. Orang-orang yang solat itu sebenarnya bukan tak ingin mengajak, tapi mereka lebih memilih diam daripada timbul konflik. Toh, sepertinya percuma. Satu orang dari mereka seakan dilindungi oleh ratusan setan yang terus membisikan dosa dan cacian tentang segala kebaikan.

Kini, kesepian meradang, bagai sebuah desa mati yang tak berpenghuni. Tak ada aktivitas, seakan-akan mereka memilih tidur lebih awal, kecuali di rumah Pak RT. Dia beserta dua orang yang bukan warga desa tersebut berkumpul  dan memperdebatkan sesuatu.

"Bagaimana Joni dan Bejo bisa mati?", tanya satu-satunya wanita dari tiga orang tersebut.
Pak RT menarik kursi yang ia duduki sedikit ke belakang bersama dengan dirinya lalu matanya mulai menerawang ke atas sambil bercerita.
"Mereka berdua mati begitu mengenaskan. Joni ditemukan tewas di kontrakannya dengan tubuh terikat dan wajah pucat membiru serta mulut berbusa. Nampaknya dia disuntik oleh racun karena tak ada darah dan tanda-tanda penganiayaan yang terjadi. Sementara Bejo, tewas dengan luka tusukan di perut. Dia mati di pinggir kebon sawo tadi pagi."
"Menurutmu, siapa pelakunya? Lalu mengapa kami harus kemari?, kali ini diujarkan oleh temannya yang pria.
"Kau ingat dengan wanita itu? aku rasa dia yang melakukannya", tegas Pak RT
Dua teman Pak RT tersebut secara spontan saling pandang kemudian secara bersamaan kembali memusatkan perhatiannya ke Pak RT.
"Aku hanya ingin kita berhati-hati karna dia pasti datang pada kita. Dia hanya menunggu waktu yang tepat di saat kita lengah", tambahnya lagi.

                                      ***

Sementara itu, di departemen kepolisian di malam yang sama.
"Bagaimana prof?", tanya Briptu Adam
"Sudah jelas, dari detail dan lekukan setiap kata pada tulisan di kertas ini, aku melihat jiwa perkasa, mungkin benar bila bercampur amarah dan dendam"
"Jadi, kesimpulannya?", tanyanya lagi.
"Yang menulis ini adalah seorang pria", jawab sang professor.
"Terima kasih prof bantuannya", ujar Adam mengakhiri percakapannya dengan sang professor.

Briptu Adam lalu menuju ruang Briptu Amru dan tanpa basa-basi berkata, "Dia seorang pria"
"Apa?", ucapnya dengan nada kaget.
"Ya, tapi siapa pria yang mengenalku?"
Mereka berdua berpikir, mencoba menerka-nerka, apa maksud dari isi tulisan di kertas itu yang berbunyi:
"Ketahuilah, Briptu Adam! Joni & dia memang pantas mati dan mereka semua harus mati. Aku masih punya 3 lagi!"


(Bersambung)



No comments:

Post a Comment