Thursday, November 24, 2011

SAWO episode 5

Pagi ini di hari yang cerah, rumah Pak RT dikerumuni warga. Mereka ingin tahu tentang apa yang terjadi. Seorang ibu-ibu paruh baya yang juga warga desa sawo baru saja datang, tergopoh-gopoh sambil membawa dompet di tangannya, bertanya kepada salah seorang pemuda yang mengerumuni di bagian paling belakang, "Ada apa dik?". "Pak RT dibunuh", jawabnya. Ibu itu tersentak kaget. "Pak RT mati mengenaskan semalam. Mayatnya tergeletak di teras rumahnya", tambah pemuda itu lagi.

Selang beberapa lama, polisi datang, tentu saja dengan Briptu Adam dan Briptu Amru.
"Ternyata Pak RT korban keempatnya", ujar Adam pelan.
"Ya, tapi apa hubungannya antara Pak RT dengan tiga korban sebelumnya?", tanya Amru.
"Aku tak tahu, tapi kita harus segera olah TKP ini"


Tiba-tiba, salah seorang anggota polisi mengabarkan kepada Adam bahwa masih ada korban hidup di dalam. Adam dan Amru lalu bergegas. Ternyata orang yang dimaksud adalah Budi, sopir pribadinya. Dia terikat di dalam lemari dalam kondisi tak sadarkan diri dan lemas. Dia lalu dibawa untuk mendapatkan perawatan intensif dan untuk dimintai keterangan setelah ia sadar.

                          ***

Butuh beberapa jam sampai Budi benar-benar siuman. Ia lalu dibawa ke ruang intograsi.

"Siapa namamu?"
"Saya Budi pak, saya sopir pribadinya Pak Pur, sudah hampir satu tahun"
"Ohh, apa yang kamu ingat tentang kejadian semalam"
"Begini pak, yang saya ingat semalam 2 orang berjubah hitam masuk ke rumah ini. Yang satu langsung membunuh Pak Pur dan yang satu memukul saya dari belakang. Lalu saya diikat dan salah satu dari mereka mengatakan sesuatu kepada saya"
"Apa?"
"Kurang lebih dia mengatakan kalau Pak Pur tidak mati karena dia tapi karena dosa dia sendiri"

Adam makin penasaran.
"Ada lagi?"
"hmm, oh iya saya ingat, dia juga mengatakan jika ..."
"Jika apa?"
"Jika briptu Adam datang, kau harus menemuinya di pinggir desa sawo, disana ada hutan kecil dan di tengah hutan ada rumah. Dia menyuruh yang anamnya Adam ke sana"
"Laki-laki atau perempuan?"
"Perempuan, namun yang satu nampaknya laki-laki"

Mendengar jawaban itu, Adam lalu keluar dari ruang intograsi.
"Kau tunggu di sini, aku akan ke suatu tempat, akan ku akhiri ini semua"
"Tidak bisa! Ini kasus kita bersama. Terlalu berbahaya jika kau sendirian. Bagaimana jika ini ternyata hanya perangkap? kau bisa mati konyol"

Adam tak peduli, dia langsung meninggalkan Amru.

                      ***

Dengan mobil pribadinya, dia ke pinggir desa Sawo dan memarkir mobil di pinggir jalan yang lengang. Dia langsung masuk ke dalam rimbunan pohon yang lebat. Dia harus membabat ranting-ranting dan daun-daun yang menghalangi. Hingga sampailah dia di sebuah rumah yang tak besar namun juga tak terlalu kecil. Rumah itu sudah terbuat dari batu-bata, bukan rumah kayu atau yang terbuat dari anyaman seperti yang ada di hutan pada umumnya.

"Bagaimana mungkin ada rumah seperti ini di tengah hutan seperti ini?", ujarnya dengan muka terheran-heran.

Dia masuk lewat pintu depan yang ternyata tak terkunci. Dia tetap waspada dengan pistol di tangannya. Dia tahu sedang masuk ke markas musuh. Ketika dia masuk dia langsung melihat pemandangan yang tak mengenakkan. Dia melihat sesosok wanita tanpa busana yang tergantung dan di kakinya terikat sebuah tali dengan sebuah kotak rekaman. Adam mengenalnya. Itu ternyata Reni. Reni Elliani. Wanita yang ia hindari di kantor polisi kala itu.

Ia lalu mendekat karena penasaran, namun lagi-lagi dia tetap waspada, pistol tetap di tangannya. Sesekali dia melirik ke samping kana dan kiri. Dia lalu melepaskan ikatan itu dari kaki dan menyetel rekaman yang ia terkejut mendengarnya. Suara rekaman itu sangat lirih dan disertai isak tangis. Beginilah bunyi rekamannya:

"Saya mengakui kalau saya, Purnomo, Joni, Koplak, dan Bejo telah membunuh Veni. Bahkan Purnomo, Joni, Bejo dan Koplak memperkosa Veni terlebih dahulu sebelum ia kami tenggelamkan di Rawa kalong. Aku melakukan ini karena aku cemburu. Adam harusnya mencintai aku bukan Veni. Kini saya akan menebus dosa saya"

Selesai mendengar rekaman itu, tiba-tiba..

"Kau boleh mengkapku, Adam. Aku sudah siap!", ujar seorang wanita yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang meja di sebelah kiri Adam sambil mengangkat kedua tangannya yang membuat Adam secara spontan menoleh ke kiri. Adam terkejut, "Veni, ini benar kamu?". Veni dengan senyum menjawab, "Apa aku sudah tak seperti dulu sampai kau harus bertanya lagi? Dan untuk apa pistol itu di arahkan ke aku, aku sudah mengangkat kedua tanganku"

Adam tetap mengarahkan pistolnya, dia tak mau terjebak oleh kata-katanya. Veni tetap tersenyum dan kelihatan tenang dengan kedua tangan diangkat ke atas. Adam mendekat perlahan.

(Bersambung)

No comments:

Post a Comment