Monday, November 7, 2011

Kedok Magic

Aku bukan Tuhan Yang Maha Bijaksana. Aku hanya manusia awam yang tak mengerti tentang surga dan neraka. Aku tak bisa memutuskan akan kemana dia nanti. Surga atau neraka? Aku tak tahu, sungguh tak tahu, dan takkan pernah tahu. Aku hanya ingin mengambil pelajaran. Dari apa yang terjadi hari itu. Bukan tentang aku, tapi tentang dia yang raganya ada di sana tapi aku tak tahu jiwanya kini ada dimana.

Pukul 07.00 WIB, Yayasan Yatim Piatu.
Dia berjalan dengan tegap, bajunya rapi, dan senyum yang ramah kepada penghuni yayasan. Dia disenangi oleh anak-anak di sana. Setiap kali dia datang, tampak raut muka gembira anak-anak yang masih polos dan lugu menghiasi suasana yayasan. Dia dikenal sebagai orang yang dermawan bagi semua penghuni yayasan termasuk pendiri yayasan karena dialah donatur tetap yayasan yang sudah berdiri sejak masa orde baru itu. Setiap bulan, gelontoran uang bernominal puluhan juta pasti didonasikan untuk yayasan. Sungguh perbuatan yang mulia. Sulit menemukan orang yang masih peduli dengan anak-anak yatim piatu di zaman seperti ini.

Pukul 11.00 WIB, Margo City.
"Jadi aku harus bagaimana agar ini bisa terselesaikan, kawan?", ujar seorang pria kepadanya.
"Gampang, asalkan ada uang, masalah tuntas", ujarnya.
"Kau yakin?", tanya temannya lagi kepadanya.
"Ya, semua bisa di atur, aku akan menyewa pembunuh bayaran untuk menghabisinya dan kita akan berpesta malam ini!", tegasnya dengan senyum meyakinkan.


Pukul 15.00 WIB, Pesantren Al-Furqon.
"Anak-anak, bapak ingatkan sekali lagi, membaca Al-Quran itu hukumnya wajib. Nabi bersabda bahwasanya Barangsiapa yang membaca Al-Quran, maka satu saja huruf dari apa yang ia baca akan mendapatkan pahala 10 kali lipat, mengerti?"
"Mengerti, pak", jawab anak-anak serentak.
"Baiklah, hari ini kita akan mempelajari tentang Tajwid"
Semuanya menyaksikkan penjelasannya. Dia adalah guru yang pintar dan baik, begitulah kata setiap anak-anak yang diajarnya di pesantren tersebut. Dia juga sangat fasih membaca Al-Quran. Mereka semua sangat menyukai jika dia sudah membacakan ayat-ayat suci tersebut dengan lantunannya yang begitu merdu.

Pukul 21.00, Sebuah Diskotik di Jakarta.
"Sudah kubilang kan? kita akan pesta malam ini!", teriaknya begitu senang.
"Ya, kita berhasil menyingkirkannya. Senang bila sebuah rencana berjalan sukses". ujar rekannya.
Dengan didampingi 5 wanita di sekeliling mereka, mereka makin mabuk di tengah alunan musik disko.
"Kali ini, aku akan promosi karena dia sudah mati", teriak temannya sambil tertawa terbahak-bahak.
"Ya, kita akan melihat namanya di koran besok", ujarnya juga dengan tertawa yang begitu lepas.

Malam makin larut. Suasana disko seakan melalaikan mereka. Mereka terus minum, minum, dan minum. Tiba-tiba, dia seperti merasakan sakit di dada. Dia menarik tangan temannya. Temannya hanya tertawa dan tak peduli. "Sangat lucu, kawan, aktingmu sangat lucu", ujar temannya yang juga sudah sangat mabuk. Namun, seketika suasana menjadi histeris saat dia terjatuh ke lantai dan mulutnya mengeluarkan busa karena perempuan-perempuan yang mendampingi mereka berteriak. Temannya pun seakan sadar mendadak. Dia langsung mengetahui kalau teman mabuknya kini sekarat. Namun, dia tak bisa berbuat apa-apa. Untuk berdiri saja, rasanya begitu berat. Dia hanya melihat segerombolan pengunjung disko mengerumuni tubuh kawannya itu. Pergerakan mereka seakan terlihat begitu lambat di matanya. Hingga ia sadar kalau salah seorang dari kerumunan itu menggelengkan kepalanya dan berkata: "dia sudah mati". Temannya terkejut dan seakan tak percaya. Dan kini dia menyesal. Tapi bagaimana aku bisa tahu?

Karena temannya itu adalah aku. Temannya yang telah membawanya terlibat dalam semua ini. Hanya agar aku bisa promosi dan menyingkirkan pesaingku. Ku katakan sekali lagi, aku sangat menyesal. Kematian temanku seakan mengingatkanku tentang adanya kematian. Tentang surga dan neraka. Entah apakah kebaikannya masih dilihat oleh Tuhan. Sesungguhnya, kata mereka yang lebih tahu, Tuhan Maha Bijaksana. Biarkan Dia yang memutuskan. Sekarang, di sel ini, aku hanya berpikir, bagaimana caraku menebus dosa-dosaku dan bagaimana keadaanku saat mati nanti? Apakah saat sedang beribadah atau seperti yang temanku alami? aku tak tahu pasti, tapi yang pasti, aku sedang berusaha.

M. Fathir Al Anfal (2011)

No comments:

Post a Comment