Wednesday, November 30, 2011

Jalan Sudah Lengang

Kematian menyelubungi udara.
Mereka harus pergi
dengan masker di hidung.

Tak ada lagi kerut tawa.
Yang ada hanya kerut heran.
Seakan tak percaya
kalau ketakutan mereka
selama ini, benar-benar terjadi.

Jalan sudah lengang.
Bangunan-bangunan membisu.
Cerobong asap pabrik tak merasa bersalah.

"Toh, ini bukan salah kami!", ujar mereka
lewat asap-asap yang masih tersisa.

M. Fathir Al Anfal (2011)

Monday, November 28, 2011

Lampu Taman

Dia berdiri tegak dengan empat kepalanya.
Tepat di tengah taman.
Tinggi.

Mengawasi setiap sudut taman.
Tak ada yang lepas dari jangkauan sinarnya
meski gelap sudah cukup mendominasi.

Termasuk cinta kita.

Cinta yang tak terkontrol
oleh iming-iming kenikmatan
yang disuguhkan dunia.
Bagai bumbu penyedap yang melengkapi
sebuah masakan.

Dia memang mati.
Tak bergerak.
Tapi, dialah satu-satunya mata
di tengah malam itu.

Menjadi saksi cinta kita.

M. Fathir Al Anfal (2011)

Sunday, November 27, 2011

Pudarnya Sebuah Keadilan

Seorang pria dengan wajah cemas dan gerak tubuh yang gelisah sedang menunggui istrinya di ruang tunggu sebuah rumah sakit swasta di pinggiran Ibukota. Sudah setengah jam istrinya dirawat di rumah sakit yang sudah berdiri sejak 25 tahun yang lalu tersebut. Bangunan rumah sakit itu berdiri megah dan kokoh di pinggir jalan yang nyaris tak pernah lengang. Ribuan orang sudah mati di sana, begitu pula yang kembali sehat. Ya, dari dulu sampai sekarang, rumah sakit tak pernah berubah. Tempat di mana orang akan mati atau orang akan sembuh. Dengan perantara tangan Dokterlah, nasib mereka-mereka yang sakit dipertaruhkan.

Dia berharap istrinya yang sebenarnya sudah lama sakit itu cepat sembuh. Nampak dari raut mukanya yang memelas, sebuah penyesalan yang tak diragukan lagi adanya.

Satu minggu yang lalu, istrinya mendadak sakit. Badannya panas dan suka muntah-muntah. Sebagai seorang suami, dia sudah sangat sigap menjaga istrinya yang sakit dan membelikannya obat tanpa membawanya ke rumah sakit karena sadar akan biaya yang pastinya tak mampu ia sanggupi yang hanya bekerja sebagai montir sebuah bengkel. Ia hanya mendoakan istrinya agar cepat sembuh. Namun, Tuhan belum berpihak kepadanya, doanya justru dibalas dengan apa yang tak diinginkannya. Sakit istrinya malah tambah parah. Namun dia bingung, harus dibawa kemana istrinya?

Tetangganya yang merasa kasihan memberi saran agar istrinya dibawa ke rumah sakit.
"Sudah Pak Bagio, bawa saja ke rumah sakit. Kasihan istrimu. Sebelum terlambat!", begitulah yang diucapkan Marni, tetangga terdekatnya.
"Biayanya? Saya tak punya uang untuk biaya rumah sakit."
"Ah Bapak, seperti di sinetron saja, sekarang Bapak bawa dulu saja istri Bapak, masalah biaya saya rasa pihak rumah sakit bisa mentolerin."

Mendengar penjelasan Marni yang sedikit menyejukkan hati itu, akhirnya ia memutuskan membawa istrinya ke rumah sakit itu dengan sepeda motornya.

                                  ***

Saturday, November 26, 2011

Aku Memang Pengecut

Orang bilang aku takut menyentuhmu.
Jangankan menyentuh bagian tubuhmu.
Tetapi juga hatimu yang katamu
kerap rapuh.
Pahamilah, hati ini sungguh ingin.
Aku hanya bosan dengan penghindaranmu.
Karena orang tahu, aku takkan bisa menyentuhmu
yang dengan pesonamu bisa selalu menyentuhku.

Seperti halnya burung yang terbang bebas
yang bisa setiap saat menerkam ular
yang tak bisa terbang untuk balik menyerang
burung yang angkuh dengan sayapnya
di atas sana.


Friday, November 25, 2011

Terlambat Menyadari

Terlambat menyadari.
Terlalu menyibukkan diri.
Larut dalam kesepian hari-hari.
Tak ada lagi senyum tiga jari.
Lalu tak lagi bisa berlari.
Dari dia, Si Bidadari.
Yang penuh misteri.

M. Fathir Al Anfal (2011)

Thursday, November 24, 2011

SAWO episode 5

Pagi ini di hari yang cerah, rumah Pak RT dikerumuni warga. Mereka ingin tahu tentang apa yang terjadi. Seorang ibu-ibu paruh baya yang juga warga desa sawo baru saja datang, tergopoh-gopoh sambil membawa dompet di tangannya, bertanya kepada salah seorang pemuda yang mengerumuni di bagian paling belakang, "Ada apa dik?". "Pak RT dibunuh", jawabnya. Ibu itu tersentak kaget. "Pak RT mati mengenaskan semalam. Mayatnya tergeletak di teras rumahnya", tambah pemuda itu lagi.

Selang beberapa lama, polisi datang, tentu saja dengan Briptu Adam dan Briptu Amru.
"Ternyata Pak RT korban keempatnya", ujar Adam pelan.
"Ya, tapi apa hubungannya antara Pak RT dengan tiga korban sebelumnya?", tanya Amru.
"Aku tak tahu, tapi kita harus segera olah TKP ini"


Wednesday, November 23, 2011

Sekat

Dulu kita begitu dekat.
Rekat.
Erat.

Kini di antara kita ada sekat.

Kesat.
Tak lagi hangat.
Sudah ditumbuhi karat.

Kau telah terjerat.
Aku makin sekarat.

M. Fathir Al Anfal (2011)

Tuesday, November 22, 2011

Berjalan Di Atas Air

Berjalan di atas air?

Tak mungkin!

Berjalan di atas tubuh-tubuh
Yang tergolek lumpuh
Di pelataran
Gedung bertingkat delapan?

Sangat mungkin!

Atau mungkin,
Mungkin,

Ah, semoga hanya mungkin.

Mungkin hanya mungkin.
Mungkin!

M. Fathir Al Anfal (2011)

Monday, November 21, 2011

Terlepas Lagi

Seharusnya kami bisa menang
Tapi mengapa kami bisa kalah?

Ini sudah usang
Kesalahan sama yang terulang
Cawan berkaki yang seharusnya dikekang
Terlepas lagi dari kandang.

Lagi.

Jutaan burung-burung
Yang rela dikurung
Dengan asa yang melambung
Malah jadi limbung.

Seharusnya kami bisa menang
Tapi kami memang pantas kalah.

M. Fathir Al Anfal (2011)

Sunday, November 20, 2011

3D

Jika Bung Karno pada tahun 40-an atau 50-an pernah berkata: "Beri aku satu orang pemuda, maka akan kuguncangkan dunia!", dia, temanku, juga pernah berkata: "Beri aku satu orang wanita, maka akan kucetak 1000 gol!"

Perkataan itu dia ucapkan saat kami sedang di lapangan futsal, pastinya hendak bermain futsal. Mungkin jika tidak di lapangan futsal, kata-kata itu bisa bermakna lain, tapi bukan tak mungkin kalau itu memang mengarah ke situ. Tapi, sudahlah, lupakan saja.


Saturday, November 19, 2011

Yang Tertinggal Di Lantai Yang Putih

Berjalan di tanah liat,
Di pagi hari,
Sehabis hujan.

Tanah yang lekat bersatu
Dengan sepatu.

Dan sulit untuk lepas.

Ketika siang datang,

Tanah yang menempel,
Yang tersisa di sepatu,
Kembali menjadi lempung.

Butir-butir halus tanah yang merah
Tertinggal
Di lantai yang putih.

Membuat kotor ruangan ini.

Biarlah,
Angin akan menyapunya.

Itu pun kalau ada.

M. Fathir Al Anfal (2011)

Cinta Jedag-Jedug (eps. 4 / terakhir)

Keesokan hari di sekolah, Rey yang makin bergairah perasaannya, sudah tak sanggup untuk berdiam diri lagi. Dia merenung di tempat biasa, kantin. Saat itu pula, Ajeng datang dengan muka gembirang.
Ajeng: "Rey, tahu tidak? Tugasku diberi nilai "A" oleh Pak Abdullah. Itu berkat bantuanmu juga, kawan. Terima kasih ya!"
Rey: "Iya, tak masalah" (Diam sejenak) "Jeng, aku mau mengajak Merry kencan bagaimana menurutmu?"
Ajeng: "Wah, bagus dong. Ini baru kemajuan namanya! Itu Merry lagi baca novel." (sambil menunjuk Merry yang duduk di pojok kantin)
Rey: "Bisa kali, tidak usah tunjuk-tunjuk begitu. Tapi sejak kapan dia duduk di situ ya? Perasaan sejak tadi aku di sini, dia belum ada"
Ajeng: "Sudahlah, tidak penting darimana dia datang"
Rey: "Ya kali saja itu hantu yang menyamar jadi Merry, ya kan?"
Ajeng: "Ah kamu mah aneh-aneh saja. Mana ada hantu yang pagi-pagi begini sudah iseng ngerjain orang? (geleng-geleng kepala) Sudahlah tak perlu dibahas, intinya ini kesempatan emas buat kamu mengajak dia nge-date!"
Rey: "Tapi, bagaimana kalau dia menolak? Malu sangat pasti!"
Ajeng: "Rey, kata orang bijak itu kamu takkan tahu sampai kamu mencobanya. Tapi, kamu juga harus siap sama kemungkinan terburuk itu! Ayo, move on! Aku tinggal ya, semangat!" (Lalu pergi meninggalkan Rey yang masih deg-degan)

Rey pun mendekati Merry, apa yang akan terjadi?
Rey: "Mer, nanti malam kamu ada acara tidak?"
Merry: "Hmm, ada. Syuting bareng Smash" (tertawa kecil, muka Rey mendadak flat) "Tidak kok, aku cuma bercanda, memangnya ada apa?"
Rey: (Gelagapan) Hmm, aku tunggu kamu ya di Jigsaw Cafe. Aku mau dinner sama kamu, ya sekaligus ada yang harus diomongin"
Merry: "Oke, tunggu aku saja ya jam 8"

                                                ***

Thursday, November 17, 2011

Cinta Itu Damai

Bila genderang cinta telah didendangkan,
Bila panji-panji asmara telah dikibarkan,
Dan panah kasih sayang telah dilepaskan.

Lantunan puisi indah akan selalu mengusik,
Pun dengan kidung-kidung bernuansa merah jambu.

Aku melihat dengan teropong dari sini,
Ke segala penjuru.

Hewan-hewan saling berpasangan,
Menari-nari ria di rimba raya.
Gunung es di kutub yang meleleh,
Membawa bongkahan es sampai ke hati kita.
Angin puting yang berubah jadi angin sepoi,
Yang mengajak kita terbang hingga ke awan putih.

Mereka sudah merasakan,
Mereka ingin memberitahu,
Bahwa cinta itu damai.

M. Fathir Al Anfal (2011)

Wednesday, November 16, 2011

SAWO episode 4

Malam menunjukkan pukul 11. Tak terasa, waktu berlalu begitu cepat. Ini hari ketiga pasca kematian Bejo. Tak ada titik terang. Yang ada hanya gelap yang menyelimuti karena bulan pun ditutupi awan-awan hitam yang tak mau lepas.

Seorang pria berwajah putih, rambut ikal, dan tinggi semampai berjalan, entah darimana, hingga sampailah dia di depan sebuah rumah yang ternyata rumah kontrakannya. Dia melihat ke kanan dan ke kiri, namun hanya pepohonan yang ia lihat, rumah-rumah yang sepertinya sudah tak berpenghuni saking sepinya, dan gelap pastinya. Ia mengeluarkan kunci rumahnya dan membuka pintu. Ia terlihat sangat letih, lalu melepaskan jaket hitamnya dan menggantungnya di gantungan baju. Rumahnya tak begitu luas, berpetak dua, bagian depan berisikan lemari, meja, TV, dan alat-alat elektronik lainnya sedangkan bagian belakang di pakai untuk dapur serta kamar mandi. Ia hanya sendirian, tak ada yang menemani. Kini, ia bersiap untuk tidur. Jarum panjang pun sudah di angka 4.

Namun, tiba-tiba, terdengar suara berisik dari dalam lemari. Seperti ada seseorang yang mengetuk-ngetuk dari dalam. Ia kaget lalu beranjak dari tempat ia berbaring dan mendekat namun tetap waspada. Ia mengambil sebilah gunting dari meja. Perlahan-lahan ia buka, jantung berdetak keras, badan sedikit gemetar dan benar saja, seseorang berjubah hitam dari dalam lalu mencoba menyergapnya. Namun, ia berhasil mengelak. Kini, ia balik menyerang orang berjubah hitam itu. Dengan gunting di tangannya, dia mencoba menikamnya, namun orang berjubah hitam itu menendang bagian selangkangnya dan dengan tendangan pula orang misterius itu berhasil menjatuhkan gunting dari tangannya ke lantai di saat ia sedang kesakitan. Tapi, pertarungan tak berhenti sampai di situ, dia juga belum menyerah, lalu balik menendang kaki dan memukul perut orang itu hingga terjungkal ke lantai.

Monday, November 14, 2011

Puisi Yang Gagal

Bukan sekedar banyolan. Ini kisah aku yang tersudut di pojokan. Di malam jumat kliwon.

Hanya ditemani kucingku, pusy cat. Hawa dingin mulai mengetat. Suara-suara itu seakan kian dekat. Suara desah angin yang membawa ketakutan setiap saat. Aku jadi tak berkutat. Diam di tempat. Hingga penat.

Mungkin ini tak penting. Tapi, sesungguhnya, aku mulai merinding. Masih dan terus mengelus bulu-bulu kucing. Tenggorokanku jadi terasa kering. Jujur, ketakutan ini benar-benar membuatku sinting. Tangan-tangan itu ternyata hanya bayang ranting. Yang terlukis di dinding.

Tapi, tiba-tiba......
Jebrak!



Saturday, November 12, 2011

Cinta Jedag-Jedug (Eps 3)

Rey dan Rifky saling mengepalkan tangan. Lalu...
Rey & Rifky: "Satu, dua, tiga ...!"
Rey mengeluarkan ibu jarinya dan Rifky mengeluarkan jari telunjuk.
Rey: "Nah, aku menang. Jadi aku berhak dekat sama Merry"
Rifky: "Tidak bisa, aku tidak terima. Aku lebih tampan dan lebih tua"
Rey: "Ya, kau setengah benar"
Merry: "Sudah! Sudah! Aku pikir kalian mau berkelahi. Tapi, please kalian jangan seperti ini. Kalian sudah besar, bukan anak kecil lagi!" (Pergi meninggalkan mereka berdua yang sibuk saling menyalahkan satu sama lain)

                             ***

Malam hari di rumahnya, Merry masih memikirkan kejadian tadi pagi. Dia pun mencoba menceritakannya kepada ibunya.
Tante Sarah: "Merry anakku, kamu kenapa kelihatan sedih? Ada masalah?"
Merry: "Aku bukannya sedih, Bu. Aku bingung. Tadi pagi, ada dua laki-laki hampir berkelahi karena aku"
Tante Sarah: "Lalu apa yang kamu bingungkan? Biarkan saja mereka berkelahi. Bukan urusan kamu"
Merry: "Aku bingung, kenapa mereka harus bersikap seperti itu karena aku? Dan sekarang jadi urusanku juga"
Tante Sarah: "Itu karena mereka sedang berlomba memperebutkan hatimu"
Merry: (Terdiam sejenak sambil menahan isak) "Bu, apa aku sudah boleh pacaran? Selama ini, ibu selalu saja melarangku. Aku sudah besar, Bu. Aku janji akan jaga diri dan aku tahu akan batas-batas"
Tante Sarah: " Baiklah, Ibu izinin, tapi kamu harus bisa memilih laki-laki yang terbaik buat kamu. Jangan sampai salah pilih!"
Merry: Terima kasih, Bu. Aku sayang Ibu"
Mereka pun berpelukan. Suasana hangat terjalin dari mereka berdua yang sebenarnya jarang merasakan saat-saat seperti ini.

                                       ***

Friday, November 11, 2011

Kucing Yang Tercabik

Awas matanya mulai gelisah.
Raut wajahnya makin memerah.
Mengais tulang belulang di tempat sampah.
Hingga jenuh sambil terus mendesah.

Tak ada guna lagi menutup kedok.
Karena badan sudah penuh borok.
Bulu-bulunya kian cepat rontok.
Di sepanjang jalan yang bobrok.

Wahai, kucing yang tercabik..
Terimalah salam hangatku yang memekik.

"Selamat malam!"
"Selamat makan!"

M. Fathir Al Anfal (2011)

Thursday, November 10, 2011

Boogle City

Dia dilahirkan di kota ini dua puluh tiga tahun yang lalu. Kota yang dahulu sampai sekarang penuh dengan pepohonan rimbun yang mengelilinginya, bagai sebuah kota di tengah hutan. Terdapat sebuah sungai yang membelah kota ini. Sungai yang begitu panjang, bersih, tanpa limbah pabrik. Tak seperti sungai-sungai yang ada di kota-kota besar yang keruh dan penuh sampah. Dahulu waktu ia masih kecil, ia sering sekali mandi di sungai tersebut tanpa rasa gatal ataupun koreng di kaki. Bahkan sampai sekarang, sungai itu tak pernah membawa penyakit untuk warga. Tak pernah ada bencana yang terjadi. Tak ada banjir begitupun tanah longsor. Warganya hidup tentram walau dalam ketertinggalan zaman.

Kini, ia kembali ke kota ini dengan sebuah rencana. Rencana yang ia anggap sangat baik untuk mengembangkan bisnisnya. Misinya adalah memajukan kota ini dan mensejahterakan penduduk kota ini. Kota ini bernama Bugel. Kota kecil yang besar jiwanya. Inilah kotaku. Tempat dimana aku lahir. Kotanya juga. Kami adalah kawan masa kecil, jauh sebelum ia kembali ke sini dari kota besar yang jiwanya kecil itu.

Kami selalu bersama-sama. Main bersama, makan bersama, kadang juga mandi bersama. Tapi lagi-lagi, itu dulu, sebelum dia bersama keluarganya pindah ke sana. Saat terakhir kali kami bertemu, aku memeluknya. Kami terbawa dalam suasana haru dalam pelukan itu seperti yang dilakukan orang dewasa di sinetron ataupun di dunia nyata, padahal saat itu kami masih berumur 9 tahun.


Wednesday, November 9, 2011

Laba-Laba Hitam Putih

Kita adalah laba-laba. Delapan kaki. Dua sisi.
Hitam. Putih.

Kita adalah laba-laba. Empat kaki hitam. Empat kaki putih.
Hitam hitam hitam hitam. Putih putih putih putih.
Putih hitam hitam hitam. Hitam putih putih putih.
Hitam putih hitam putih. Putih hitam putih hitam.

Kita adalah laba-laba. Dua kaki hitam. Enam kaki putih.
Hitam putih putih putih. Putih putih putih hitam.
Putih putih putih hitam. Hitam putih putih putih.

Kita adalah laba-laba. Enam kaki hitam. Dua kaki putih.
Putih hitam hitam hitam. Hitam hitam hitam putih.
Hitam hitam hitam putih. Putih hitam hitam hitam.

Kita adalah laba-laba. Delapan kaki hitam.
Hitam hitam hitam hitam. Hitam hitam hitam hitam.

Kita adalah laba-laba. Delapan kaki putih.
Putih putih putih putih. Putih putih putih putih.

Kita adalah laba-laba.

Hitam. Putih.

Kita adalah laba-laba.
Laba-laba yang bagaimanakah kita?

M. Fathir Al Anfal (2011)

Tuesday, November 8, 2011

SAWO episode 3

Briptu Adam terbangun di sebuah ruangan yang begitu gelap. Dia melihat-lihat ke kanan, ke kiri, atas, semuanya. Dia tak tahu sedang ada dimana. Tak ada pintu, tak ada jendela, dan hanya ditemani lampu yang terang-redup berkali-kali. Raut mukanya begitu ketakutan. Dia ingin berdiri namun kakinya tak kuasa untuk berdiri lagi.

Lalu muncullah seseorang berjubah hitam di hadapannya yang tak tahu datang darimana. Dengan membawa sebilah pisau yang berlumuran darah, dia menatap Briptu Adam yang ketakutan. Briptu Adam menengadahkan wajahnya, namun ia tetap tak bisa mengetahui siapa di balik wajah yang gelap itu. Hingga akhirnya, orang berjubah hitam itu membungkukan tubuhnya sampai-sampai wajahnya terlihat jelas oleh Briptu Adam. Briptu Adam terkejut dan sempat tak bisa berkata.

"Veni? Jangan Ven, mas mohon!", ujar Adam.
Dia tak peduli, lalu berdiri, dan siap menghujamkan pisaunya hingga ke ulu hati Adam.
Adam yang tak bisa berdiri, dengan ketakutan, menyeret tubuhnya ke belakang sampai dia terpojok. Dia sadar dia akan mati karena tak ada jalan keluar.
"Ven, kenapa kamu jadi seperti ini? Aku masih mencintaimu. Bunuhlah mas jika memang itu maumu", ujar Adam. Lagi lagi dia seakan tak mendengarkan, tanpa ampun, orang berjubah hitam yang Adam sebut "Veni" itu menusukkan pisau ke perut Adam. Darah pun memuncrat. Membasahi pisau yang semakin merah.

                                  ***



Monday, November 7, 2011

Kedok Magic

Aku bukan Tuhan Yang Maha Bijaksana. Aku hanya manusia awam yang tak mengerti tentang surga dan neraka. Aku tak bisa memutuskan akan kemana dia nanti. Surga atau neraka? Aku tak tahu, sungguh tak tahu, dan takkan pernah tahu. Aku hanya ingin mengambil pelajaran. Dari apa yang terjadi hari itu. Bukan tentang aku, tapi tentang dia yang raganya ada di sana tapi aku tak tahu jiwanya kini ada dimana.

Pukul 07.00 WIB, Yayasan Yatim Piatu.
Dia berjalan dengan tegap, bajunya rapi, dan senyum yang ramah kepada penghuni yayasan. Dia disenangi oleh anak-anak di sana. Setiap kali dia datang, tampak raut muka gembira anak-anak yang masih polos dan lugu menghiasi suasana yayasan. Dia dikenal sebagai orang yang dermawan bagi semua penghuni yayasan termasuk pendiri yayasan karena dialah donatur tetap yayasan yang sudah berdiri sejak masa orde baru itu. Setiap bulan, gelontoran uang bernominal puluhan juta pasti didonasikan untuk yayasan. Sungguh perbuatan yang mulia. Sulit menemukan orang yang masih peduli dengan anak-anak yatim piatu di zaman seperti ini.

Pukul 11.00 WIB, Margo City.
"Jadi aku harus bagaimana agar ini bisa terselesaikan, kawan?", ujar seorang pria kepadanya.
"Gampang, asalkan ada uang, masalah tuntas", ujarnya.
"Kau yakin?", tanya temannya lagi kepadanya.
"Ya, semua bisa di atur, aku akan menyewa pembunuh bayaran untuk menghabisinya dan kita akan berpesta malam ini!", tegasnya dengan senyum meyakinkan.


Sunday, November 6, 2011

Cinta Jedag-Jedug (eps. 2)

Malam harinya, Rifky yang dengan gayanya yang pede benar-benar nekat ke rumah Merry. Sesampainya disana .....
Rifky: (Mengetuk pintu) "Selamat malam"
Pintu dibuka, namun yang keluar bukan sosok cantik yang diidam-idamkannya itu, melainkan ibunya yang sudah terkenal galak.
Rifky: "Malam tante, Merrynya ada, saya mau ...."
Tante Sarah: (Menampar Rifky) "Mau apa?"
Rifky: "Kok saya ditampar, tante?"
Tante Sarah: "Kenapa? Tidak suka atau mau lagi?"
Rifky: "Tidak tante, terima kasih. Ini sudah sangat sakit! Saya pulang dulu ya tante"
Tante Sarah: (Menarik Rifky) Mau kemana? Seenaknya saja kamu. Datang tak diundang, pulang main nyelonong aja"
Rifky: "Lalu saya harus bagaimana tante?"
Tante Sarah: "Mudah, kamu hanya tinggal mengatakan bahwa saya adalah permpuan tercantik di kota ini!" (Tertawa puas)
Rifky hanya menganga.
Tante Sarah: "Cepat katakan! Kamu mau saya tampar semalaman disini?"
Rifky: "Oke Tante. Pokoknya tante itu adalah perempuan yang paling cantik di kota ini. Kecantikan tante tiada duanya" (Tersenyum lebar)
Tante Sarah: (Tertawa lagi) "Bagus bagus. Sekarang kamu boleh pulang dan jangan kembali lagi!"

                                       ***

Saturday, November 5, 2011

Pendidikan

Jika kau ingin mencari ilmu
Dialah jalannya.
Jika kau ingin memerangi kebodohan
Dialah senjatanya.
Jika kau ingin membuka masa depan
Dialah kuncinya.
Jika kau ingin membangun cita-cita.
Dialah pondasinya.

Dia tak menuntunmu menjadi mereka:
Yang merubah ilmu menjadi api,
Yang gila harta bahkan kuasa,
Yang malas dalam jiwanya,
Yang tak tahu siapa dirinya,
Yang berkata mawar adalah melati,
Yang mendzalimi dan merampas hak kami.

Dia menuntunmu menjadi kami:
Para kurcaci dengan tekad besar
Didera nominal rupiah yang menghadang
Kami tetap melangkah dengan gentar
Demi satu tujuan menuju petang.

Bersamanya,
kami menjelma menjadi raksasa
Bukan raksasa yang hanya bisa tertawa
kami raksasa yang menerangi setiap jalan
Agar kau tak tersesat dalam negeri gelap ini.
 
M. Fathir Al Anfal (2011)

Makna Cinta

Cinta itu rumit.
Belum pasti "Ya", belum pasti "Tidak".
Tak hanya pesona, Tak hanya materi.
Cinta butuh alasan, bukan bualan.
Karna cinta adalah bukti, bukan janji.

Cinta seperti permainan.
Kadang ditarik, kadang diulur.
Mungkin mengejar, mungkin dikejar.
Tapi, cinta tak ingin dipermainakan.
Dia hanya ingin singgah di setiap sanubari.

Cinta penuh rasa.
Coklat & kopi, susu & keju.
Membuatmu tersenyum, membuatmu menangis.
Namun, cinta tak sekedar untuk dinikmati.
Dia adalah rasa yang harus dijaga sepenuh hati.

Cinta adalah misteri.
Menunggu untuk galau, mencari untuk bimbang.
Tak kenal waktu, tak tentu tempat.
Sesungguhnya cinta punya caranya sendiri.
Cara untuk memperkenalkan makna dirinya yang sejati.

M. Fathir Al Anfal (2011)
 
Selamat Hari Raya Idul Adha bagi Anda yang merayakannya.
Mari berbagi CINTA kepada sesama.

Thursday, November 3, 2011

Semua Ada Di Sini

Kisah apa yang kau inginkan, nak?
Katakanlah!
Kisah tentang hutan yang tak lagi hijau,
Gerombolan fauna yang hijrah ke kota,
Semua ada di sini.

Kisah apa yang kau inginkan, nak?
Katakanlah!
Kisah tentang penganiayaan,
Pemberontakan kaum buruh,
Tragedi kemanusiaan yang panjang,
Semua ada di sini.

Kisah apa yang kau inginkan, nak?
Katakanlah!
Kisah tentang kegilaan manusia,
Pejantan yang memakai rok,
Perawan yang duduk mengangkang,
Penyuka sesama kelamin,
Semua ada di sini.

Teror!
Intimidasi!
Kelaparan!
Kezaliman!
Kebohongan!
Semua ada di sini.

Katakanlah!
Aku tak punya banyak waktu.

M. Fathir Al Anfal (2011)

Wednesday, November 2, 2011

Setia Tak Setia

Warnet adalah tempat yang tepat bagiku di hari itu untuk mendinginkan hati yang saat itu begitu panas. Bukan karena ruangannya yang ber-AC tapi dari situlah aku bisa mencurahkan panas hatiku kepada dunia. Panas yang kualami bukan hanya sekedar panas akibat surya bara neraka yang menyentuh kulit tapi lebih dari itu. Siang di hari itu yang begitu panas mendadak mendung di sore hari, di saat aku sudah berada di depan layar komputer. Menuangkan perasaan marahku di facebook dan juga twitter.

Tapi, kenapa aku marah dan kenapa hatiku begitu panas? Mungkin kamu ingin tahu atau mungkin kamu tak peduli, lalu pergi begitu saja. Percayalah, aku juga tak peduli. Aku hanya ingin menceritakan apa yang kurasakan. Rasanya sakit hati, rasanya dikhianati, rasanya diselingkuhi, dan semuanya. Aku akan mengenalkan siapa diriku dan mulai mengisahkan kisah pedih yang mungkin pernah kamu alami juga ini, tak peduli kamu ingin mengetahuinya atau tidak. Sekarang, pilihan ada di tanganmu.


Tuesday, November 1, 2011

SAWO episode 2

Di dalam sebuah ruangan yang cukup gelap seakan sinar matahari sulit masuk, entah dimana, seseorang yang menggunakan jubah hitam sedang membersihkan tangannya dari darah yang sudah agak mengering. Tangannya begitu halus dan putih dan nampak semakin cerah setelah noda darah itu benar-benar lenyap dari tangannya. Dia matikan keran, berjalan, lalu duduk di sebuah kursi yang di depannya terdapat sebuah meja. Ia membuka laci meja yang paling atas yang di dalamnya terdapat sebuah buku kecil, semacam buku catatan. Tangan kirinya lantas mengambil buku itu dan tangan kanannya secara bersamaan mengambil spidol merah yang berdiri di atas meja. Buku itu nyaris kosong, hanya ada tulisan di tengah buku. Tulisannya berupa daftar nama-nama yang sebagian sudah tak asing lagi. Nama-nama itu adalah sebagai berikut:

Ahmad Tarmizi / Joni
Suryadi / Bejo
M. Anwar / Koplak
Reni Elliani
Purnomo


Nama yang pertama sudah tercoret garis merah. Kini, ia mencoret nama yang kedua secara perlahan dengan spidol merah itu lalu menutup buku tersebut dan meletakkannya kembali di laci yang sama.

                                        ***