Sunday, December 11, 2011

SAWO episode 7 / Terakhir

Adam sudah muak dengan semua ini. Dia harus segera mengakhirinya. Menangkap orang misterius yang beridentitas Budi itu dan menguak latar belakangnya. Sementara itu, Veni sudah ditahan di selnya dan dijaga oleh Amru. Veni selalu berkata "tak tahu" saat ditanya tentang Budi.

Adam lalu menuju stasiun, sendirian, seperti yang Budi perintahkan. Namun, ia tak seratus persen sendiri. Ia terus di awasi oleh anak-anak buahnya yang menyamar dari jauh. Siang itu stasiun begitu ramai, seperti hari-hari biasanya, yang penuh orang lalu lalang, anak kecil kumel berdekil yang menjajakan koran, pengemis, dan orang-orang gila yang kerapkali melantunkan lagu dan puisi-puisi.

Dia mencari-cari, tapi tak ia temui Budi di sana. Namun, tiba-tiba HP-nya berdering. Ia sudah tahu kalau yang menelepon adalah Budi. Suasana yang ramai seakan mendadak hening saat ia mengangkat telepon itu.

"Kau tak sendiri kan?"
"Apa? Tidak! Aku sendirian!"
"Bohong! Sudahlah, sebentar lagi kereta jurusan Jakarta akan tiba, naiklah kereta itu dan turunlah di Stasiun Jakut. Jika sudah sampai, hubungi nomer ini."
Telepon lalu dimatikan seketika oleh Budi, begitupun percakapan mereka.

"Sial, darimana dia tahu? Siapa dia sebenarnya? Siapapun dia, dia benar-benar jenius.", ujarnya dalam hati.

Kereta datang. Ia lalu menaiki kereta itu. Anak buahnya yang melihat dari kejauhan bingung harus bagaimana. Mereka tak mungkin masuk ke kereta itu atau mengejarnya.
"Bagaimana ini?", ujar salah satu anak buah Adam.
"Entahlah. Kita tunggu saja.", jawab rekannya.

                                     ***

"Aku sudah sampai", ujar Adam lewat telepon via HP kepada Budi.
"Aku ada di dalam mobil kijang berwarna kuning emas di parkiran depan stasiun.", jawabnya.
Telepon kembali dimatikan.

Adam lalu berlari menuju parkiran. Mencari-cari engan tergeasa. Bingo! Ia akhirnya menemukannya. Namun, ia tak menemukan siapa-siapa di dalam mobil itu, namun ia menemukan sesuatu yang janggal. Mobil itu tak di kunci dan kontaknya masih tertinggal di kemudi.

Tiba-tiba, HP Adam kembali berdering.
"Halo? Apaan-apaan ini?"
"Aku di dalam bagasi. Bukalah!", tegasnya.
Telepon kembali dimatikan. Adam lalu membuka bagasi. Ia terkejut melihat pemandangan di dalam bagasi.

Di dalam bagasi, terbujur kaku jasad Budi dengan busa di mulut yang sudah mengering. Nampaknya sudah satu jam yang lalu mayatnya ada di dalam bagasi.

"Lalu siapa yang meneleponnya tadi?", ungsut Adam dalam hati kalau ternyata Budi sudah mati dari tadi. "Lalu mengapa Budi harus mati? Apa yang sebenarnya terjadi?", ia makin bingung. Ia lalu menelepon nomer itu, namun kali ini, nomernya sudah tak aktif. Menyadari ia sedang dibodohi, ia kembali menutup bagasi. Mengunci mobil itu dan membawa kontaknya untuk diselidiki di markas. Ia menelepon anak buahnya yang tadi mengawasinya di stasiun untuk datang ke sana dan membawa jasad Budi. Setelah itu, ia bergegas menuju markas.

                              ***

Ia lalu mengintrogasi Veni.
"Siapa sebenarnya yang membantumu? Budi mati!"
"Mungkin dia memang harus mati.", jawabnya pelan.
"Tapi ada lagi kan yang membantumu? Ayo, katakan siapa?"
"Aku tak tahu!", jawabnya sambil menggeleng-gelengkan kepala dengan tatapan yang nanar ke Adam. Adam tak ingin mendesaknya. Tatapan itu membuatnya sedikit luluh. Ia lalu keluar ruang introgasi. Veni pun kembali ditempatkan di selnya. Ia duduk merenung dan bingung. Tak ada titik terang.

Tiba-tiba, beberapa orang warga desa Sawo datang menghampiri Adam. Dengan muka yang merah dan sama-sama ketakutan, mereka berdiri di hadapannya.
"Ada apa bapak-bapak?", tanya Adam.
"Begini pak, salah seorang warga desa kami barusan menemukan kotak yang kami tak tahu isinya apa di Balai desa. Kami tak berani membukanya.", ujar salah satu dari mereka yang nampaknya paling tua.
"Sial, apa lagi ini?, ujar Adam dalam hati.
"Baiklah, saya akan segera ke sana."
Mereka pun pergi. Adam memanggil Amru dan beberapa anak buahnya.

"Menurutmu apa yang akan terjadi berikutnya?", tanya Amru.
"Entahlah, kita takkan pernah tahu. Tapi nanti pasti akan terjawab.", jawab Adam.

                            ***

Sesampainya di desa Sawo, para warga menjauh dan saling berpelukan, takut bila isinya bom atau apaun juga. Adam dengan berani dan santai, membuka kotak itu, dan ternyata isinya kotak rekaman. Ia pun memutarnya di hadapan para warga desa sawo.

"Halo para warga, aku bukan warga desa ini dan bukan siapa-siapa. Aku hanya ingin desa ini tak menjadi desa yang gelap karena perilaku bodoh kalian yang berjudi dan mabuk-mabukkan tiap malam. Semua pembunuhan yang terjadi adalah karena otakku dan itu sebagai peringatan untuk kalian agar desa ini menjadi terang dan bila hal itu kembali terjadi, aku pasti akan datang lagi menebar teror, dan akan banyak yang jatuh menjadi korban. Game over!"

Mereka pun yang terdiri dari para pemuda, ibu-ibu, hingga anak kecil yang mendengar lalu berpelukkan dan semakin erat dengan tetes air mata yang mulai tercurah. Nampak penyesalan di setiap muka.

Adam terdiam. "Siapa sebenarnya orang ini???". Ini benar-benar membuat dia gila.

                    ***

Di seberang jalan, seorang pria paruh baya dengan jas hitam, berkumis, dan menggunakan kacamata berjalan di pinggir jalan dengan senyuman puas lalu menyebrang jalan dengan gagahnya dan menyetop taksi bandara yang kebetulan lewat tak lama setelah ia menyebrang jalan dan berdiri. Entah dia mau kemana setelah sampai di bandara. Tak ada yang tahu, bahkan identitasnya, kecuali dirinya dan Tuhan.

TAMAT
M. Fathir Al Anfal (2011)

No comments:

Post a Comment